Minggu, 13 September 2009

TAK CUKUP HANYA SEMANGAT

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Setelah cukup lama 'nyepi' dari kirim taujihat di forum yg penuh berkah ini, ternyata di bulan ini saya diberi kesempatan lagi untuk berkontribusi disini. Kemaren siang akh Masker kirim komentar di fesbuk, ngingetin bahwa saya dapat jatah ngisi taujihat Senin ini.. meski sudah diingetin dari kemaren, tetap aja kesempatan nulisnya baru bisa pagi ini.. so, mohon maaf kalo baru sempet posting agak siangan.

Temanya masih seputar dakwah. Tapi kali ini kita akan coba kupas sedikit dari sisi pelakunya.
Sebagaimana diketahui, meski semua kita memahami bahwa aktivitas dakwah adalah aktivitas yang mulia, namun dalam pelaksanannya, seringkali kita temui pelaku-pelakunya ‘tidak seperti apa yang kita pahami’.
Taujihat ini dijuduli “Tak Cukup Hanya Semangat”. Dalam hal ini, kita ingin memahami lebih jauh bahwa dalam menjalani aktivitas dakwah ini, akan sangat ‘berbahaya’ jika modal kita hanya semangat. BONEK alias bondo nekat (modal nekat), gitu istilahnya.

Lho, mengapa semangat kok malah berbahaya ?
Tentunya semangat yang berbahaya disini adalah semangat yang modalnya hanya NEKAT, bukan modal ILMU dan PEMAHAMAN.

Ikhwati fillah, bagi kita ---komunitas tarbiyah--- keberhasilan dakwah yang kita lakukan sangat bergantung pada 3 hal :

Pertama, marhalah dakwah serta penanaman prinsip-prinsip dan keimanan di dalam hati harus menjadi prioritas utama, mendahului aktivitas lainnya. Meskipun marhalah ini sangat lama dan panjang, keteguhan para aktivis dakwah padanya dan kesungguhan mereka dalam berjihad didalamnya, akan dapat menyukseskan marhalah-marhalah berikutnya dan dapat memberikan buah yang masak dan menyenangkan. (untuk lebih jelasnya lihat kembali materi/taujihat lama tentang Urgensi Tarbiyah, terutama yang membahas bahwa karakter tarbiyah itu adalah PANJANG, tapi hasilnya PATEN)

Kedua, mencetak kader yang akan memikul dakwah, mengatur langkah-langkah perjalanannya, dan memenuhi setiap kekosongan didalamnya. Betapapun kuatnya suatu pergerakan dakwah, atau lembaga, bila ia tidak secara kontinu membina kader, maka akan terancam kehancuran, tiada berapa lama lagi tokoh-tokohnya hilang dan pada saatnya nanti ia pun akan menghilang juga.

Ketiga, mensuplai hati dan ruhani dengan makanan yang dapat menjaga keberlangsungan aktivitas dakwah dan semangat para kadernya, serta mengganti kekuatan yang tekah mereka curahkan. Sebab, seorang kader dakwah itu seperti lampu, bila energinya habis, maka akan segera padam. Masalah ini sangat penting, sebab jika tidak segera dilakukan maka jiwa akan menjadi futur dan perasaan menjadi dingin, akhirnya mundur.
Dengan demikian, yang menjadi tolok ukur bukan hanya semangat. Juga bukan hanya kepercayaan pada pengorbanan, tetapi pada keistiqamahan dan kesinambungan (istimrar). Hal ini tak akan terwujud kecuali dengan tarbiyah ruhiyah serta pembekalan hati dengan keimanan dan dzikir.

Kader dakwah harus menstabilkan semangat dan emosinya. Sebab, orang yang hanya berbicara tidak sama dengan orang yang beramal ; oarng yang sekedar beramal tidak sama dengan orang yang hanya berjihad ; orang yang hanya berjihad tidak sama dengan orang yang berjihad secara produktif dan bijaksana yang dapat mencapai keuntungan paling besar dan paling mulia.
Sejak awal, hal ini sudah diingatkan oleh asy-syahid sayid quthb :” Bisa jadi orang yang paling semangat, paling antusias dan paling berani membabi buta adalah orang yang paling mudah berkeluh kesah, paling duluan mundur dan paling kalah saat menjumpai keseriusan dan saat terjadi sebuah peristiwa.

Bahkan bisa jadi ini menjadi sebuah kaidah. Sebab semangat, antusiasme dan keberanian yang membabi buta biasanya muncul dari kurangnya pemahaman dan kurangnya perhitungan terhadap hakikat beban yang akan dipikul, bukan muncul dari sikap syaja’ah (keberanian), sikap tahan uji dan kekuatan tekad.

Hal tersebut juga muncul dari kecilnya sifat tahan uji serta minimnya ketahanan menghadapi kesulitan, gangguan dan kekalahan, sehingga membuatnya tergerak, termotivasi dan melakukan pembelaan dengan cara apapun, tanpa mempertimbangkan beban-beban gerakan, pertahanan dan kemenangan. Karena itu, saat mereka dihadapkan pada beban-beban yang ternyata lebih berat dari yang mereka duga, serta lebih sulit dari apa yang mereka bayangkan, maka mereka adalah barisan yang pertama kali berkeluh kesah, mundur dan kalah.

Sebaliknya, orang-orang yang dapat mengendalikan jiwa, menanggung kesulitan dan gangguan beberapa saat, menyiapkan perbekalan untuknya, dan mengenali hakikat beban yang akan dipikul serta sejauh mana kekuatan jiwanya dalam memikul beban tersebut, akan mampu bersabar, tidak tergesa-gesa dan menyiapkan segala sesuatunya.

orang-orang yang membabi buta dan berlebihan semangatnya mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang lemah. Ia tidak tertarik dengan kehati-hatian dan pertimbangan merek a dalam berbagai urusan. Namun dalam peperangan, akan tampak mana diantara dua kelompok itu yang lebih tahan uji, dan mana yang lebih jauh pandangannya.

Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar