Sabtu, 20 November 2010

Setsuzokushi si Kata Sambung

Rangkuman tentang Setsuzokushi ini saya kembali tuliskan untuk pengunjung blog bernama
Giann Ramasatya-san. Tapi saya bingung.. Apakah ini dapat dikatakan rangkuman kalau pada akhirnya saya seperti menyalin?

Saat proses penyalinan setsuzokushi ini saya serasa melihat rumus-rumus Matematika..^%$#@&!
Jadi mohon maaf kalau kelamaan yaa..
..
Entah dapat membantu atau tidak, silahkan diperiksa..
Selebihnya, semoga bisa membantu juga bagi yang membutuhkan..



A. Arti dan Fungsi Setsuzokushi
Dalam Bahasa Indonesia konjungsi sering disebut juga kata sambung. Si kata sambung ini dalam Bahasa Jepang disebut dengan setsuzokushi. Nagayama Isami secara singkat menjelaskan bahwa yang dimaksud setsuzokushi ialah kelas kata yang dipakai untuk menghubungkan atau merangkaikan kalimat dengan kalimat atau merangkaikan bagian-bagian kalimat [Isami, 1986: 157]. Fungsi setsuzokushi [konjungsi] yatu:
1. Setsuzokushi dipakai untuk merangkaikan, menjajarkan atau mengumpulkan beberapa kata. Setsuzokushi dipakai di antara kata-kata itu.

a. Borupen matawa manenhitsu de kakinasai!
b. Eigo narabini suugaku wo benkyou shinasai!
c. Yuka-san, Emiko-san oyobi Akemi-san ga daihyou toshite dekakemasu.

2. Setsuzokushi dipakai untuk menggabungkan dua klausa atau lebih dalam suatu kalimat, menghubungkan induk kalimat dengan anak kalimat. Setsuzokushi diapit oleh bagian-bagian kalimat yang digabungkan itu.
a. Kare wa seijika de, shikamo, bungakusha data.
b. Benkyou mo suru shi, mata, undou mo suru.
c. Tasuke wo motometa ga, shikashi dare mo konakatta.

3. Setsuzokushi dipakai untuk menggabungkan dua kalimat, menyatakan bahwa kalimat yang disebutkan mula-mula berhubungan dengan kalimat yang disebutkan berikutnya. Setsuzokushi diletakkan setelah titik pada kalimat pertama.
a. Kaze wa yanda. Daga, ame wa furitsuzuiteru.
b. Eiga wo mi ni ikou ka. Soretomo, ongaku wo kiki ni ikou ka?
c. Kare wa atama ga ii. Shikashi, undou ga dame desu.

Setsuzokushi tidak mengenal konjugasi atau deklinasi, termasuk kelas kata yang berdiri sendiri [jiritsugo] dan tidak mempunyai dukungan sintaksis dengan bentuk lain, tidak dapat diatur atau dihubung-hubungkan dengan kata lain dan tidak dapat membentuk kalimat tanpa sokongan kata lain. Setsuzokushi hanya berfungsi menghubungkan beberapa kata, menghubungkan dua klausa atau lebih atau menghubungkan bagian-bagian kalimat, menggabungkan kalimat dengan kalimat. Setsuzokushi tidak dapat menjadi subjek, objek, predikat atau pun adverbia.


B. Jenis-jenis Setsuzokushi

Ada beberapa pendapat mengenai setsuzokushi ini. Ada yang membaginya menjadi lima jenis dan ada juga yang membaginya menjadi tujuh jenis. Seperti Uehara Takeshi dalam buku Shinshu Kaimei Kokubunpo, Terada Takanao dalam buku Chugakusei No Kakubunpou dan Hirai Masao dalam buku Nandemo Wakaru Shinkokugo Handobukku membagi setsuzokushi menjadi 7 jenis yakni: heiritsu, sentaku, tenka, gyakusetsu, joken, tenkan dan setsumei.

Baik Nagayama Isami maupun Murakami Motojiro tampaknya mengelompokkan jenis setsuzokushi [konjungsi] jouken, tenkan dan setsumei [yang dikemukakan oleh Uehara Takeshi, Terada Takanao dan Hirai Masao] menjadi jenis junsetsu. Pada bagian ini akan dibahas semua jenis setsuzokushi yang telah dikemukakan di atas.

1. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan yang setara [heiritsu no setsuzokushi].
Setsuzokushi yang dipakai untuk menyatakan hubungan setara di antaranya: oyobi [dan, serta, lagi], narabini [dan, lagipula, serta, begitu pula], mata [dan, lagi, juga, selanjutnya].
Setsuzokushi-setsuzokushiseperti ini berfungsi untuk merangkaikan, menjajarkan atau mengumpulkan beberapa kata atau kalimat yang setara sehingga menjadi satu kesatuan kalimat yang lebih besar.

a. Ji wo kaki, mata hon wo yomu.
b. Pochi wa utsukushiku, mata kashikoi inu desu.
c. Eigo narabini suugaku o benkyou shinasai!
d. Yuka-san, Emiko-san, oyobi Akemi-san ga daihyou toshite dekakemesu.


2. Setsuzokushi yang menyatakan pilihan [sentaku no setsuzokushi]
Jenis setsuzokushi ini berfungsi menyatakan pilihan di antara kata-kata yang disebutkan sebelumnya dengan kata-kata yang disebutkan kemudian. Setsuzokushi yang menyatakan pilihan ini antara lain: aruiwa [atau, atau pun, boleh jadi, mungkin, barangkali, kalau tidak], soretomo [atau, kalau tidak], matawa [atau], moshikuwa [atau, atau pun] dan sebagainya.

a. Okashi ga ii ka, soretomo, kudamono ga ii ka?
b. Denwa matawa denpou de oshirase shimasu.
c. Furansu-go aruiwa doitsu-go o benkyou shitai to omotteru.
d. Tegami moshikuwa denwa de gohenji itashimasu.


3. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan tambahan [tenki no setsuzokushi]

Setsuzokushi yang dipakai untuk menyatakan hubungan tambahan ini di antaranya kata-kata omake ni [tambahan, sebagai tambahan, selain itu, lagipula], shikamo [lagipula, dan, juga, selanjutnya tambahan], soshite/soushite [lalu, dan lagi, selanjutnya], sonoue [di samping itu, selain itu, lagipula, tambahan pula], sorekara [lalu, sesudah itu, maka, selanjutnya], sore ni [lagipula, selain itu, tambahan], nao [lagi, lagipula, selanjutnya dan lagi, demikian juga], mata [lagi, dan juga, selanjutnya tambahan, yang lain]. Setsuzokushi kelompok ini berfungsi menyatakan bahwa tindakan pertama diikuti tindakan berikutnya, benda/keadaan yang pertama diikuti benda/keadaan yang pertama diikuti benda/keadaan berikutnya. Penjelasan yang disebutkan kemudian memperkuat penjelasan yang disebutkan sebelumnya.

a. Kare wa Eigo ga dekita, shikamo nihongo mo dekiru.
b. Yama ni mo itta shi, soshite umi ni mo itta.
c. Ame mo hidokatta ga, sonoue kaze mo hidokatta.


4. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan yang berlawanan [gyakusetsu no setsuzokushi]
Setsuzokushi yang dipakai untuk menyatakan hubungan yang berlawanan ialah: ga [[tapi, tetapi, namun], kedo/keredo/kedomo/keredomo [tapi, tetapi, akan tetapi, meskipun, walaupun], shikashi [tetapi, walaupun demikian, namun] soredemo [walaupun begitu, walaupun demikian, tetapi], tadashi [tetapi, tapi], daga/desu ga [tetapi, akan tetapi, walaupun demikian], dakedo/dakeredo/desukedo/desukeredo/desukeredomo/dakeredomo [walaupun demikian, tapi, tetapi], datte [tetapi], demo [walaupun begitu, biarpun, tetapi, akan tetapi], tokoroga [tetapi, sebaliknya, padahal, melainkan], dan sebagainya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini berfungsi untuk merangkaikan beberapa kata atau kalimat dan menyatakan bahwa pernyataan yang disebutkan pertama berlawanan dengan pernyataan yang disebutkan kemudian.

a. Atama no ii gakusei da. Shikashi, kesseki ga ooi.
b. Kinou depaato e ikimashita. Tokoroga, depaato ga yasumi deshita.
c. Haru ga kita. Daga, mada kaze wa tsumetai.


5. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan sebab-akibat atau hubungan persyaratan [jouken no setsuzokushi]

Setsuzokushi-setsuzokushi yang menyatakan hubungan sebab-akibat ini antara lain: sorede [oleh sebab itu, maka], sokode [oleh karena itu, jadi], suruto [dengan demikian, lantas], dakara/desukara [oleh karena itu, maka, karena, sehingga, jadi], shitagatte [oleh karena itu, oleh sebab itu, jadi, karena], yue ni [oleh karena itu, oleh sebab itu], soreyue [oleh sebab itu, karena itu], to [karena, sebab, bila, kalau]. Setsuzokushi jenis ini berfungsi merangkaikan beberapa kata atau kalimat dan menyatakan kata-kata atau kalimat yang disebutkan mula-mula merupakan syarat atau sebab, sedangkan kata-kata atau kalimat yang disebutkan kemudian merupakan akibat.

a. Ano mise wa maigetsu juugonichi ga kyuujitsu da. Kyou wa juugonichi da. Suruto, ano mise e itte mo dame da ne.
b. Ashita wa tenki ga waruku narisou desu ne. Dakara, ashita wa yameyou, yama e iku no wa.
c. Chottomo undou shinai. Shitagatte, karada ga yowai no da.
d. Kare wa karada ga yowai. Sorede, yoku kesseki suru.

6. Setsuzokushi yang menyatakan suatu perubahan atau peralihan [tenkan no setsuzokushi]
Setsuzokushi yang termasuk jenis ini berfungsi merangkaikan beberapa kata atau kalimat dengan menyatakan bahwa pernyataan yang disebutkan kemudian merupakan perralihan/pergantian/perubahan daripada pernyataan yang disebutkan mula-mula. Setsuzokushi-setsuzokushi yang termasuk jenis ini di antaranya: sate [kalau begitu, baik, nah, ada pun, jadi, maka, lantas], dewa [kalau begitu, maka, lalu, kemudian, jadi, baiklah], tokini [walaupun demikian, ngomong-ngomong], tokorode [oya, ngomong-ngomong, tetapi], soredewa [kalau begitu, jika demikian, jadi], tonikaku [namun demikian, walau bagaimanapun, pokoknya, pada umumnya, bagaimanapun juga].
a. Tokoro de, konogoro eiga o mimasu ka?
b. Sate, hanashi kawatte, kawa e asobi ni itta Yukari-san wa.
c. Toki ni, ano mondai wa dou narimashita ka?

7. Setsuzokushi yang menyatakan hubungan penjelasan [setsumei no setsuzokushi]
Di dalam kelompok setsuzokushi yang menyatakan hubungan penjelasan ini terdapat kata-kata: tsumari [dengan singkat, dengan kata lain, pendek kata, alhasil, ialah, yaitu, akhirnya, yakni], sunawachi [yaitu, yakni, ialah, lalu], tatoeba [misalnya, umpamanya, seandainya], nazenara [sebab, karena], yousuruni [dengan singkat, pendek kata, pokoknya, sebenarnya], dan lain-lain. Setsuzokushi kelompik ini berfungsi merangkaikan beberapa kata atau kalimat dan menyatakan pernyataan yang disebut kemudian merupakan penjelasan atau tambahan pernyataan yang disebut sebelumnya.
a. Dekakeru no wa yameta hou ga ii. Nazenara ashita wa ame ga furusou dakara.
b. Nihon wa shiki, sunawachi haru, natsu, aki, fuyu no henka ga aru.


C. Pembentukan Setsuzokushi
Kata-kata yang termasuk setsuzokushi [konjungsi] jumlahnya cukup banyak. Contohnya sebagian besar telah dikemukakan pada penjelasan bagian B. Apabila melihat bentuk setsuzokushi, maka akan kelihatan ada setsuzokushi yang merupakan bentukan dari kelas kata lain. Maksud pembentukan setsuzokushi di sini yaitu beberapa kelas kata dipakai secara berurutan dan akhirnya menjadi sebuah setsuzokushi. Misalnya kata sorekara berasal dari nomina sore [itu] ditambah partikel kara [dari, mulai], lalu kedua kata itu menjadi sebuah setsuzokushi [konjungsi] sorekara yang berarti lalu, dan, selanjutnya atau sesudah itu. Pembentukan setsuzokushi dapat terjadi dengan pola-pola seperti berikut:

1. Meishi + joshi
Tokoroga [tokoro +ga]
Sorenara [sore +nara]
Yueni [yue +ni]
Tokorode [tokoro + de]
Soredewa [sore +dewa]
Sokode [soko +de]
Soreni [sore +ni]
Sorede [sore +de]
Tokini [toki +ni]

2. Doushi + joshi
Shitagatte [shitagau + te]
Narabini [narabu + ni]
Suruto [suru +to]

3. Fukushi + joshi
Matawa [mata + wa]

4. Jodoushi + joshi
Desukeredomo [desu +keredomo]
Desukeredo [desu +keredo]
Desukedo [desu +kedo]
Dakeredomo [da + keredomo]
Dakeredo [da + keredo]
Dakedo [da +kedo]
Desukara [desu + kara]
Dakara [da +kara]
Desuga [desu + ga]
Daga [da +ga]

5. Joshi + joshi
Demo [de + mo]
Dewa [de + wa]
Shikamo [shika + mo]

6. Fukushi + doushi
Soushite [sou +shite]
Soshite [so +shite]

7. Fukushi + doushi + joshi
Sousuruto [sou +suru + to]


D. Setsuzokushi yang sama dengan kelas kata lain

Seperti telah dijelaskan pada bagian C, ada setsuzokushi yang terbentuk dari beberapa kelas kata. Beberapa kelas kata dikombinasikan dan akhirnya membentuk sebuah setsuzokushi. Selain itu, yang perlu diketahui juga, ada beberapa kata yang termasuk setsuzokushi yang dipakai juga pada keelas kata lain. Maksudnya, ada beberapa kata yang dipakai pada kelompok setsuzokushi, tetapi dipakai pula pada kelas kata lain. Kalau kita melihat jenis setsuzokushi seperti yang tertulis pada Bagian B, tampak ada beberapa setsuzokushi yang dipakai juga pada kelompok fukushi dan kelompok joshi.

1. Setsuzokushi yang sama dengan fukushi [adverbia]
a.
[1] Kare wa mata jigyou ni shippai shita. [fukushi]
[2] Atama mo yoi shi, mata karada mo yoi. [setsuzokushi]
b.
[1] Nao yoku sagashite mimasu. [fukushi]
[2] Kaijo wa koudou desu. Nao, kaikai wa kuji desu. [setsuzokushi]
c.
[1] Boku mo aruiwa iku kamo shirenai. [fukushi]
[2] Tozan aruiwa kaisuiyoku ni iku. [setsuzokushi]

Untuk membedakan apakah kata itu termasuk setsuzokushi atau termasuk fukushi, kita harus memperhatikan isi atau makna seluruh kalimat atau harus memperhatikan konteks kalimat itu. Setsuzokushi dipakai untuk menggabungkan beberapa kalimat atau menggabungkan bagian kalimat-kalimat. Seperti setsuzokushi [konjungsi] fukushi pada kalimat a-2 dipakai untuk menggabungkan kalimat Atama mo yoi dengan kalimat Karada mo yoi sehingga menjadi kalimat Atama mo yoi shi, mata karada mo yoi. Tetapi fukushi [adverbia] mata seperti yang ada pada kalimat a-1 dipakai untuk menerangkan kata-kata yang ada pada bagian berikutnya, tidak berfungsi sebagai konjungsi/kata sambung.

2. Setsuzokushi yang sama dengan joshi [partikel]
a.
[1] Yoku taberu ga, chotto mo futoranai. [joshi]
[2] Yoku taberu. Ga, chotto mo futoranai. [setsuzokushi]
b.
[1] Ji o yomeru keredomo, kakenai. [joshi]
[2] Ji o yomeru. Keredomo, kakenai. [setsuzokushi]

Barangkali mudah sekali kita membedakan apakah kata itu sebagai setsuzokushi atau sebagai joshi. Sebagai contoh kita dapat melihat kalimat a. joshi [partikel] ga pada kalimat a-1 tidak dapat berdiri sendiri, selalu mengikuti kata yang ada sebelumnya. Kata itu baru dapat menunjukkan arti bila sudah disusun dengan kata lain. Sedangkan setsuzokushi [konjungsi] ga seperti pada contoh kalimat a-2 dapat berdiri sendiri dan dapat menunjukkan arti tanpa bantuan kata lain. Setsuzokushi tidak dapat digabungkan dan disusun dengan kata lain. Setsuzokushi lain yang dipakai juga sebagai joshi yaitu: date, dewa, keredo, demo dan sebagainya.

..
--
Sumber:
Gramatika Bahasa Jepang Modern Seri A
Sudjianto
Oriental, 1996

IKEBANA DAN IKENOBO

Beberapa waktu lalu saya iseng cari-cari artikel Nuansa untuk saya jadikan korban menuh-menuhin isi blog ini.

Artikel pertama yang menarik minat saya itu adalah tentang Ikenobo. Setelah selesai menulis, iseng-iseng saya buka Nuansa yang lainnya. Dan rupanya saya menemukan artikel tentang Ikebana!

Bila mengingat Nuansa dapat menuliskan apapun tentang Jepang mungkin itu bukanlah sesuatu yang terlalu aneh. Tapi yang membuat saya heran, rupanya dua artikel tersebut ditulis pada edisi awal tahun dan edisi akhir tahun 2009! Wiw!

Tapi kenapa awal pembuka pada kedua artikel tersebut seperti tidak nyambung yes? Humm..

-Mohon maaf bila artikel yang saya tulis ini hampir sama dengan yang ditulis di web Japan Foundation.. Namanya juga iseng bigsmilev-



Tidak ada yang tahu darimana Ikebana berasal, tetapi diperkirakan ia masuk ke Jepang bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Namun demikian ada juga kalangan yang mengatakan bahwa Ikebana sudah ada di Jepang sebelum agama Buddha berkembang di sana, saat masyarakat Jepang masih menggunakan bunga dan tumbuhan segar untuk menghormati dewa penguasa alam, hal yang kelak menjadi inti dari ajaran Ikebana. Apa pun kebenaran teori ini kedekatan hubungan masyarakat Jepang dengan alam jelas terlihat dalam tulisan-tulisan seputar Jepang di masa awal.

Rangkaian Ikebana diketahui sudah mulai tampak di masa Muromachi [akhir abad 14-pertengahan abad 16]. Di masa tersebut, berbagai hal lahir dan dipandang sebagai seni tradisional Jepang dengan pakem-pakem keindahan tersendiri. Gaya shoin pada arsitektur tempat tinggal, upacara minum teh, Ikebana, pertunjukan Noh, desain taman dan puisi berirama yang semua berawal di masa Muromachi.

Namun demikian seluruhnya ini bukan budaya pop spontan. Daimyo dan shogun, penguasa feodal dan para jenderal memberikan tanggung jawab dan teknik estetika kepada para doboshu [kelompok seniman]. Beberapa doboshu berkonsentrasi pada kegiatan merangkai bunga serta melahirkan sebuah gaya dasar, yakni dahan yang berdiri di tengah vas dan dikenal dengan istilah Tatebana. Sejak itu mulai bermunculanlah para master perangkai bunga. Ikenobo Senkei seorang pendeta di Rokkakudo, Kyoto adalah seorang tokoh yang paling berpengaruh. Gaya tatebananya dikembangkan dan disebarluaskan oleh Ikenobo Senno dan Ikenobo Sen’e, di antara kelas samurai dan aristokrat seiring dengan perkembangan seni upacara minum teh yang membutuhkan keseriusan. Sejak periode Azuchi Momoyama hingga periode Edo, Ikebana merupakan seni hidup yang berubah sesuai waktu di sisi baik maupun buruknya.

Pada periode Edo, Ikebana diwujudkan dalam bentuk yang paling serius. Senno kikyuu Rikkyu mengaplikasikan Tatebana yang menjadi gaya Ikenobo dalam chabana [rangkaian bunga sederhana untuk ruang teh] yang melompat dari kelas tentara samurai warrior ke kelas pedagang dan kota masyarakat kota dan merubah namanya menjadi Rikka. Namun, pada perkembangannya, semangat kreatifitas Rikka semakin pudar dan efek geometrisnya hilang dalam komplikasi dekoratif, menjadi simbol gaya berkelas Seika atau Shoka. Seika didasrkan pada struktur kerja tri-ngular, ten-chi-jin, jo-ha-kyu atau shin-gyo-so; yang merupakan cara berbeda dari ungkapan surga-bumi-manusia. Banyak sekolah baru dibuka untuk mengajarkan gaya baru Seika dan sistem Iemoto pun dimulai.

Seiring dengan periode modernisasi Meiji, Ikebana turut dimanfaatkan. Pemerintah Meiji, bagaimana pun juga telah berkomitmen untuk mengajari para wanita dan belakangan menetapkannya sebagai latihan untuk menjadikan wanita sebagai “isteri yang baik dan ibu yang bijaksana”. Pemerintah secara jelas menetapkan bahwa sebagai bagian dari formasi karakter ini, Ikebana yang pernah menjadi bentuk seni kaum lelaki sejak itu menjadi standar bagian pendidikan wanita. Keputusan ini mengembangkan dasar kelahiran kembali Ikebana dan juga pada suatu generasi, membuatnya melampaui kegiatan kaum lelaki dan terbuka bagi wanita walaupun pada saat itu wanita terlarang secara hukum untuk mengembangkan apa pun. Di akhir abad ke-19, ketika masyarakat mulai bercocok tanam ala barat, Ohara Unshin mempopulerkan gaya Moribana yang digunakan untuk bunga-bunga dari barat dari barat dalam rangkaian Ikebana.

Dalam hal ini, Ikebana dan lingkup budayanya telah mewarnai sejarah Jepang.



Disarikan dari berbagai sumber:
Diana S. Nugroho
__
Sumber: NUANSA
The Japan Foundation Jakarta
Edisi Januari-Februari-Maret 2009








Asal muasal dari Ikebana adalah Ikenobo yang bermula dari kuil Rokka Kudo di Kyoto, Jepang. Kuil ini dibangun oleh Pangeran Shotoku lebih dari 500 tahun lalu. Oleh sebab itu Ikenobo disebut sebagai “The Origin of Ikebana”

Dalam perkembangan selanjutnya lahirlah aliran-aliran lain selain Ikenobo. Hingga sekarang kantor pusat Ikebana Ikenobo tetap berada di kompleks kuil Rokka Kudo. Sejarah Ikebana Ikenobo berpedoman pada paham tradisional maupun modern, yang secara berkesinambungan saling menunjang menuju perkembangan zaman.

Dalam Ikebana Ikenobo dipahami bahwa setiap kuncup, bunga, tangkai atau daun bukan saja indah dipandang tetapi juga merefleksikan suatu filosofi dalam rangkaian di samping perasaan dan semangat si perangkai.

Dari tumbuhan yang diam dan statis kreatifitas akan terlahir melalui bentuk [form]. Bentuk yang tercipta dari setiap tancapan rangkaian akan menghadirkan unsur ruang [space]. Jarak di antara setiap tancapan mampu mengesankan suatu gerakan [movement] yang menjadikan tanaman tersebut tidak lagi diam dan statis tetapi merupakan suatu kesatuan rangkaian yang memiliki gerakan atau kehidupan. Bentuk yang tercipta itulah yang disebut IKEBANA.

Ikebana Ikenobo menjadi unik melalui pemanfaatan ‘ruang [space]. Ia menekankan keindahan pembentukan ruang sederhana dengan memadukan bahan dengan warna yang serasi dan menyenangkan. Rangkaian Ikenobo menggunakan tumbuhan seperti kuncup bunga, daun dan ranting. Suatu kuncup bunga bisa menjadi sangat indah karena pada kuncup tersebut terkandung filosofi suatu energi kehidupan baru atau harapan yang senantiasa menuju perkembangan ke masa yang akaan datang [future]. Karena setiap kehidupan akan mengalami keadaan yang berubah-ubah menurut kurun waktu, masa lalu-masa sekarang-masa yang akan datang [past-present-future].

Di samping itu rangkaian Ikebana Ikenobo juga menekankan kekuatan alam dimana tumbuhan tersebut tumbuh harmonis di lingkungannya. Misalnya mengapresiasikan keindahan bentuk tekukan dahan/ranting yang terbentuk karena terpaan angin atau daun-daunan yang karena keadaan alam mulai menguning bahkan rusak akibat gigitan serangga bisa tampak indah dan alami.

Tumbuhan dan manusia merupakan bagian penting dari alam. Rangkaian Ikebana Ikenobo mengekspresikan interaksi ini dengan kesadaran akan alam dan lingkungan.
Rangkaian Ikebana Ikenobo yang mengusung unsur alam, kehidupan dan semangat seni tersebar tidak hanya di Jepang tetapi ke seluruh dunia dengan harapan bahwa keindahan rangkaian Ikebana Ikenobo dapat menjadi pengikat persahabatan antar sesama insan.
Rangkaian Ikebana Ikenobo mempunyai 3 jenis rangkaian dasar yaitu RIKKA, SHOKA, FREE STYLE.

RIKKA
Rikka mula-mula dikenal pada abad 16, disempurnakan oleh Headmaster Ikenobo Senko II pada abad 17. Rangkaian dasar ini juga dikenal dengan sebutan ‘tatehana’ atau rangkaian yang berdiri. Dasar inilah yang kemudian menjadi sumber dari gaya rangkaian rikka. Rikka tradisionil dengan sebutan rikka shofutai sedangkan rikka gaya baru juga dikenal sebagai rikka shinputai.

Rikka dirangkai memakai bahan yang mempunyai sifat kontras sekaligus harmonis, mengekspresikan keindahan pemandangan secara alami. Rangkaian rikka ini mempunyai prinsip aturan-aturan dasar yang disiplin, tetapi dibalik batas-batas tertentu dengan penghayatan dan ketekunan maka rangkaian tersebut dapat berkembang secara individual dengan penuh daya cipta yang mengagumkan mengikuti kebutuhan sesuai dengan keadaan suatu masa.


SHOKA
Shoka berasal dari rangkaian Ikebana yang sederhana dan diciptakan pada abad 18. Pada abad 19 rangkaian ini disempurnakan oleh Headmaster Senjo Ikenobo.
Shoka shofutai mempunyai tiga cabang utama yaitu shin, soe dan tai. Rangkaian shoka yaitu rangkaian yang mengekspresikan fenomena kehidupan tambahan secara alami yang bisa kita nikmati. Tangkai shoka yang menjulang tinggi secara luwes dari permukaan air dalam wadah yang disebut mizugiwa, memberikan kesan kehidupan melalui tangkai, daun dan bunga.

Shoka shinputai adalah shoka gaya baru yang diciptakan dari pengembangan shoka shofutai yang berkesan lebih moderen diciptakan oleh Headmaster yang sekarang yaitu: Sen ‘ei Ikenobo shoka shofutai ini mempunyai dua cabang utama shu dan yo.

Seluruh rangkaian dasar ini saling menunjang secara kontras sekaligus harmonis, cabang ketiga yang disebut ashirai dipakai sebagai pelengkap.


FREE STYLE
Free Style tergolong gaya rangkaian ikebana yang diciptakan dalam era baru, dilihat dari sejarah pengembangan ikebana secara tradisi yang panjang. Free Style ini dibagi menjadi dua kategori yaitu rangkaian yang dirangkai secara alami dan rangkaian yang dirangkai secara abstrak.

Dalam rangkaian Free Style ini bunga bisa dirangkai dengan sudut pandang baru. Si perangkai bebas mengekspresikan kreatifitas apa yang diinginkan, bagaimana si perangkai mengungkapkan imajinasi perasaan indahnya suatu materi atau dari sudut pandang mana yang akan ditonjolkan. Rangkaian jiyuka ini mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas dan tidak ada batasannya, berkembang terus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.


SEKILAS IKEBANA IKENOBO DI INDONESIA
Pada era tahun enam puluhan terasa sulit bagi pecinta Ikebana untuk mendapatkan ilmu cara merangkai bunga Ikebana yang baik dan benar, kecuali informasi yang didapatkan dari buku-buku atau pun dari mereka yang berinisiatif melakukan koresponden dengan cabang-cabang Ikebana di luar negeri.

Beruntung pada tahun 1978, Kedutaan Besar Jepang bagian kebudayaan berkenan mengadakan kursus bagi pecinta merangkai bunga di Jakarta. Secara kebetulan saat itu yang diajarkan adalah Ikebana aliran Ikenobo.

Kemudian pada tahun 1979, Pusat Kebudayaan Jepang mengadakan kursus pertama, yang juga secara kebetulan juga gaya Ikenobo. Para pengikut kursus Ikenobo ini menggabungkan diri dalam suatu wadah yaitu Ikenobo Study Group yang berdiri bersama di bawah bimbingan Tamiko Nakakoshi sensei.

Pada tanggal 25 November 1980, Ikenobo Study Group Indonesia dikokohkan sebagai cabang ke-69 di luar Negara Jepang dan cabang Ikenobo pertama se-Asia Tenggara.

Dalam kurun waktu 29 tahun ini sudah tidak terbilang jumlah anggota yang bergabung. Kegiatan kerap diisi dengan demo, kursus bahkan sering kali anggota berkunjung ke pusat Ikenobo di Kyoto Jepang, untuk menimba ilmu langsung dari para pakar yang sangat profesional.

Saat ini Ikenobo juga sudah ada di Bandung, Semarang, Surabaya. Mudah-mudahan Ikenobo dapat semakin melebarkan sayap ke seantero tanah air di masa mendatang.

Di Jakarta sendiri terdapat tempat-tempat kursus dimana para pelatihnya adalah guru-guru yang telah memiliki sertifikat dari Kyoto. Indonesia kaya dengan beraneka ragam flora, akan sangat indah tentunya bila kita dapat memanfaatkan bahan yang ada di sini menggunakan seni yang tinggi dari pusat Ikenobo-Jepang.

Semoga di masa-masa yang akan datang semakin banyak peserta Ikebana khususnya Ikenobo di Indonesia.

Gus Apan
[President Chapter]


--
Sumber : NUANSA
The Japan Foundation, Jakarta
Edisi Oktober-November-Desember 2009

Fungsi Partikel No dalam Bahasa Jepang itu Bagaimana sih?

Kalau disuruh menjawab pertanyaan judul di atas, jawaban pertama yang langsung terpikir di benak saya mungkin cuma, "Partikel no itu digunakan untuk menggabungkan dua kata benda atau lebih yang kemudian bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia perlu diambil kata terakhirnya terlebih dulu lalu maju ke kata benda berikutnya.. Selain itu partikel no juga bisa digunakan sebagai kata penegas ucapan yang biasanya dipakai dalam ragam bahasa perempuan Jepang.."

Tapi benarkah cuma seperti itu saja penggunaan partikel no?

Humm..
Untuk menjawab pertanyaan yang juga senada dari Aliffiani-san, kita nyontek sama-sama yuk.. bigsmile



Partikel no yang akan kita bicarakan di bawah ini termasuk ke dalam kelas Kakujoshi.


a. Partikel no dapat dipakai untuk menggabungkan dua buah nomina. Nomina yang ada sebelum partikel no menjadi kata keterangan bagi nomina yang ada setelah partikel no.

1) Tsukue no ue ni kaban ga aru. [Di atas meja ada tas.]
2) Heya no naka ni dare ka imasu ka? [Di dalam ruangan ada siapa?]
3) Eki no chikaku ni depaato ga arimasu. [Di dekat stasiun ada department store.]
4) Sore wa Wijoyo-san no hon desu. [Itu adalah buku milik Wijoyo-san.]
5) Tanaka-san wa anata no tomodachi desu ka? [Apakah Tanaka-san teman anda?]
6) Watashi no tanjoubi wa rokugatsu itsuka desu. [Ulang Tahun saya tanggal 5 Juni.]
7) Koko wa Nihongo no senmon gakkou desu. [Di sini adalah sekolah jurusan Bahasa Jepang.*]
8) Otoko no ko mo onna no ko mo oozei imasu. [Anak laki-laki dan anak perempuan pun banyak.]
9) Kouen ni wa bara no hana ga saite imasu. [Di taman, Bunga Mawar bermekaran.]
10) Senshuu no doyoubi ni Jakaruta e ikimashita. [Sabtu minggu lalu,saya pergi ke Jakarta.]
11) Kyou no jugyou wa nan ji kara nan ji made desu ka? [Pelajaran hari ini dari jam berapa sampai jam berapa?]
12) Watashi wa kyonen no juugatsu ni Nihon e kimashita. [Saya pada bulan Oktober tahun lalu tiba di Jepang.]


b. Partikel no dapat dipakai untuk menggabungkan dua bagian kalimat. Bagian kalimat yang ada sebelum partikel no menjadi keterangan bagi bagian kalimat yang ada setelah partikel no. Fungsi partikel no ini hampir sama dengan fungsi partikel no pada bagian a. Namun, partikel no pada bagian b ini dalam pemakaiannya bisa diganti dengan partikel ga.

1) Uta no jouzu na hito wa Yokoyama-san desu.
>> Uta ga jouzu na hito wa Yokoyama-san desu.
[Orang yang pandai bernyanyi itu adalah Yokoyama-san. ]

2) Watashi no ikitai kuni wa Amerika desu.
>> Watashi ga ikitai kuni wa Amerika desu.
[Negara yang ingin saya kunjungi adalah Jepang Amerika.]


c. Partikel no dapat dipakai untuk menyatakan perbandingan seperti pada kalimat-kalimat berikut:

1) Jakaruta no hou ga Bandung yori ookii desu. [Dibanding Bandung, Jakarta lebih besar.]
2) Kanji no hou ga hiragana yori muzukashii. [Dibanding Hiragana, Kanji lebih sulit.]
3) Amir-san no hou ga Ali-san yori Nihongo ga jouzu desu.


d. Partikel no dapat dipakai untuk menyatakan contoh atau perumpamaan seperti pada contoh kalimat-kalimat berikut.

1)* Kodomo no you ni nakimashita. [Mulai menangis seperti anak kecil.]
2) Nihonjin no you ni Nihongo o hanashimasu.[Berbicara seperti orang Jepang.]

e) Partikel no dapat dipakai untuk menyatakan sebab-sebab, alasan atau tujuan dilakukannya/terjadinya sesuatu.

1) Byouki no tame ni kaisha e ikemasen deshita. [Karena sakit Saya tidak bisa pergi ke kantor.]
2) Eigo no benkyou no tame ni gakkou e ikimashita. [Saya pergi ke sekolah untuk belajar Bahasa Inggris.]


f) Partikel no dapat dipakai untuk menyatakan benda atau barang yang dimiliki.

1) Kono kamera wa Amir-san no desu. [Kamera ini milik Amir-san.]
2) Kore wa anata no desu ka? [Apakah ini milik anda?]

g) Partikel no dapat dipakai untuk menggantikan orang atau benda.

1) Jakaruta e iku no wa Amir-san dake desu. [Yang pergi ke Jakaarta cuma Amir-san saja.]
2) Takai no mo yasui no mo arimasu. [Yang mahal ada, yang murah pun ada.]

h. Partikel no dapat dipakai untuk mengubah verba menjadi nomina.
1) Kanji o yomu no wa muzukashii. [Membaca kanji susah.]
2) Kaeru no wa itsu desu ka?

Untuk kasus 'koto dan 'no' yang hampir mirip maknanya itu misalnya..
Watashi ga anata wo aishiteru koto wa Kamisama ga shitte iru.
Watashi ga anata wo aishiteru no wa Kamisama ga shitte iru.
>> Tuhan tahu ku cinta kau
*mirip lagunya BCL yes..bigsmile



Selain sebagai kakujoshi, partikel no dipakai juga sebagai shuujoshi.
Shuujoshi dipakai pada akhir kalimat atau pada akhir bagian-bagian kalimat (bunsetsu) untuk menyatakan perasaan pembicara seperti rasa haru, larangan dan sebagainya (Tadasu, 1989: 143-144). Shuujoshi ialah partikel-partikel yang dipakai pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan pertanyaan, rasa heran, keragu-raguan, harapan atau rasa haru pembicara seperti partikel ka, na, ne dan sebagainya. [Bunkachou, 1978: 29]. Partikel yang termasuk shuujoshi yang sering dipakai dalam pemakaian Bahasa Jepang sehari-hari yakni partikel-partikel ka, kashira, kke, na/naa, ne/nee, no, sa, tomo, wa ya, yo, ze dan zo.

Dalam dua defenisi yang telah dikemukakan di atas disebutkan bahwa shuujoshi di antaranya dipakai untuk menyatakan suatu perasaan [kandou] yang dirasakan pembicara pada waktu mengucapkannya. Fungsi shuujoshi seperti ini dimiliki juga oleh kelas kata interjeksi [kandoushi]. Sehingga ada juga yang menyebut shuujoshi ini dengan istilah kandoujoshi.



Partikel no yang termasuk shuujoshi dipakai pada akhir kalimat untuk menyatakan hal-hal sebagai berikut.

a. Partikel no dipakai untuk menyatakan keputusan atau ketegasan pembicara.
1) Kare wa totemo shinsetsu na no. [Dia sangat ramah lho.]*
2) Mou ii no. [Sudahlah.]
3) Iie, chigau no. [Tidak, bukan begitu.]*

Partikel no pada kalimat di atas, dalam ragam bahasa wanita dapat ditambah partikel yo sehingga menjadi no yo.

1) Kare wa totemo shinsetsu na no yo.
2) Mou ii no yo.
3) Iie, chigau no yo.

b. Partikel no dapat dipakai untuk menyatakan kalimat tanya.
1) Doushita no? [Ada apa??]
2) Doushite tabenai no? [Kenapa tidak makan??]
3) Nani o shiteru no? [Sedang melakukan apa??]
* wah, tanda tanyanya sampai lebih dari satu ya.. ^^

-
Sumber:
Gramatika Bahasa Jepang Modern
Seri B
Sudjianto
Kesaint Blanc, 2000

Selamat Tahun Baru dalam Bahasa Jepang

Saat Adi [dari myo bigsmile] dan saya membahas tentang Ungkapan Selamat Tahun Baru, saya menemukan bahasan ini dalam buku Pak Edizal.

Yes! Hidup nyontek! bigsmile

-

Kebiasaan orang Jepang mengirimkan kartu ucapan selamat sekaligus terima kasih kepada kenalannya dua kali setahun yaitu ada pertengahan musim panas dan musim salju. Kartu yang dikirimkan pada musim salju adalah juga kartu tahun baru yanng tidak hanya ucapan selamat biasa melainkan juga berisi tanda terima kasih atas kebaikan yang diberikan pada tahun sebelumnya dan berharap bantuan yang sama pada tahun ini.

Ucapan biasa yang dapat disampaikan pada tahun baru ini adalah:
Shinnen omedetou gozaimasu
Akemashite omedetou gozaimasu

Umumnya orang-orang membedakan pemakaian kalimat yang ditulis dalam kartu tahun baru tersebut, apakah kepada kenalan biasa, sahabat atau orang yang mempunyai status lebih tinggi. Namun, ada bentuk umum yang sering digunakan , seperti berikut:

Shinnen omedetou gozaimasu .
Selamat Tahun Baru.
Sakunenchuu wa iro-iro osewa ni narimashita.
Terima kasih atas kebaikan yang diberikan pada tahun yang lalu.
Hinnen mo douzo yoroshiku onegai moshiagemasu.
Tahun ini pun saya mengharapkan hal yang sama.

Banyak pula orang yang menulis alinea pertama dengan menggambarkan iklim atau suasana pada saat tersebut sebagaimana juga yang terdapat dalam surat biasa. Karena tahun baru berada dalam naungan musim salju maka digambarkan keadaan yang dingin. Di samping itu, sering pula dilukiskan suasana menghadapi suasana musim semi.

Geishun.
Honnen mo mo douzo yoroshiku onegai moshiagemasu.

Ungkapan Shinnen omedetou gozaimasu tidak digunakan kepada orang yang akan bepergian atau pamit sebelum tahun baru datang, walaupun maksudnya mengucapkan selamat tahun baru. Ungkapan ini hanya diucapkan setelah masuknya tahun baru. Sedangkan ungkapan yang sering digunakan pada situasi ini adalah:
Douzo yoi otoshi o omukae kudasai.
Selamat menikmati tahun baru.

Ungkapan ini kedengaran agak formal dan sering diucapkan pendek saja menjadi:

Douzo yoi otoshi o.

Ucapan selamat tahun baru yang lain yang dapat disampaikan kepada orang yang akan bepergian sebelum tahun baru menjelang adalah:
Rainen ga yoi toshi arimasu you nni.
Semoga tahun depan menjadi tahun yang cerah bagia anda.
--

Sumber: Edizal
UNGKAPAN BAHASA JEPANG
Pola Komunikasi Manusia Jepang
Kesaint Blanc, 1992

Membicarakan Partikel Ni dalam Bahasa Jepang

Tulisan yang membahas tentang partikel ni dalam Bahasa Jepang ini saya rangkumkan sesuai pesanan seorang pengunjung blog dengan nama panggilan Bg Stand Ablaze-san


Secara lebih luas, semoga tulisan di bawah ini dapat sedikit membantu bagi yang membutuhkan penjelasan tentang partikel ni.


----

Sebelum membahas tentang partikel ni, sebaiknya kita membicarakan sedikit tentang pengertian partikel itu sendiri.

Dalam Bahasa Jepang, partikel disebut Joshi.
Iwabuchi Tadasu menjelaskan bahwa kelas kata seperti ga, ni, keredomo, made, ne, wa dan sebagainya dalam Bahasa Jepang disebut joshi. Oleh karena joshi dengan sendirinya tidak dapat membentuk sebuah bunsetsu, maka kelas kata ini termasuk kelompok fuzokugo. Joshi tidak mengalami perubahan [konjugasi/deklinasi]. Kelas kata seperti ini dalam Bahasa Inggris biasanya dipakai sebelum kelas kata lain, sedangkan dalam Bahasa Jepang dipakai setelah kelas kata lain [Tadasu, 1989:157].

Menurut teori yang lebih banyak berkembang, partikel dibagi dalam empat klasifikasi.
Yaitu fukujoshi, kakujoshi, setsuzokushi dan shuujoshi.

Nah, partikel ni yang akan kita bicarakan ini termasuk ke dalam kelas Kakujoshi.
Kakujoshi biasanya dipakai setelah taigen [meishi = nomina] untuk menyatakan hubungan satu bunsetsu dengan bunsetsu lainnya [Tadasu, 1989:48].
Dalam Kakujoshi, si ni ini memiliki teman-teman yang antara lain, de, e, ga, kara, no, o, to, ya, dan yori [ha? Ada Iorii..!! ^o^].
Sedikit lebih spesifik, partikel ni dipakai untuk menyatakan hubungan nomina yang ada sebelumnya dengan predikat pada kalimat itu.

Sekarang mari kita lihat, ngapain aja sih aktivitas ni di kelasnya?

a. Untuk menyatakan tempat beradanya seseorang, binatang atau benda-benda lainnya.
o) Gakkou no mae ni koen ga aru. [Di depan sekolah ada taman umum].
o) Kare wa ima demo engekikai ni kunrin shite imasu. [Bahkan sekarang pun ia masih mendominasi dunia pertunjukan.]

b. Dapat dipakai setelah kata-kata yang menyatakan waktu [jam, hari, tanggal, bulan, tahun]. Hal ini untuk menunjukkan bahwa pada saat yang disebutkan, telah atau sedang dilakukannya suatu aktivitas/kejadian tertentu.
o) Anata wa nangatsu nannichi ni umaremashita ka? Terjemahan bebasnya [Tanggal berapa anda lahir?]
o) Juu ichi-ji ni terebi o mimasu. [Saya nonton TV jam sebelas malam].

c. Partikel ni memiliki fungsi yang sama dengan partikel e yang menyatakan tempat tujuan [kalimat pertama], tempat pulangnya kembali [kalimat kedua] atau tempat kedatangan [kalimat ketiga].
o) Heya ni hairu. [Masuk ke kamar.]
o) Daidokoro ni modotte kita. [Datang kembali ke dapur.]
o) Roku-ji ni uchi e dete, shichi-ji ni kaisha ni tsukimashita. [Pergi ke luar rumah jam enam dan pulang kembali dari kantor jam tujuh.]

Ni juga dapat digunakan untuk menunjukkan arah.
o) Watashi no uchi wa nishi ni muite iru. [Rumah saya menghadap ke arah timur.]
o) Hidari ni magatte kudasai. [Tolong belok ke kiri.]

d) Untuk menyatakan jumlah sesuatu kata-kata yang menyatakan jumlah sesuatu untuk menunjukkan batas, standar atau taraf-taraf tertentu.
o) Juugofun ni ippon densha ga kuru. [Lima belas menit sekali keretanya datang.]
o) Sankagetsu ni ichido atsumarimasu. [Berkumpul tiga bulan sekali.]

e) Partikel ni dapat dipakai untuk menyatakan obyek suatu aktivitas.
o) Sensei ni shitsumon suru. [Bertanya pada guru.]
o) Shachou ni houkoku shimasu. [Memberi informasi pada atasan.]
o) Watashi wa Tanaka-san ni denwa o kakemashita. [Saya menelepon Saudara Tanaka.]

f) Partikel ni memiliki fungsi yang sama dengan partikel kara yang dapat dipakai untuk menyatakan asal suatu benda/perkara.
o) Tomodachi ni tegami o moratta. [Menerima surat dari teman.]

g) Partikel ni dapat dipakai untuk menyatakan tujuan dilakukannya suatu aktivitas.
o) Gorufu ni iku. [Pergi untuk main golf.]
o) Nihongo o benkyou shi ni gakkou e itta. [Pergi ke universitas untuk belajar Bahasa Jepang.]

h) Dipakai setelah nomina untuk menyatakan sebab-sebab atau alasan.
o) Ureshisa ni naite iru. [Menangis dengan bahagia.]

i) Dipakai setelah kata-kata yang menyatakan hasil suatu perubahan atau pekerjaan.
o) Nihongo no sensei ni naru. [Menjadi guru.]
o) Shingo ga aka ni kawaru. [Lampu merah berubah menjadi merah.]
*aka yang berarti merah ini merupakan konjugasi dari kata sifat berakhiran ~i ke kata benda

j) Dipakai dengan kata kerja 'non perbuatan' tertentu, yang subyeknya tetap berada pada tempat perbuatan atau kejadian
o) Yamada-san wa genzai Yotsuya ni sunderu. [Yamada-san tinggal di Yotsuya.].. ?
o) Terada-san wa Shinjuku no ginkou ni tsutomete iru. [Terada san bekerja pada bank di Shinjuku.]
* kata kerja semacam hataraku dan shigoto memakai partikel de
o) Anata wa boku no yume no naka ni nandomo dete kita. [Kau masuk ke alam mimpiku beberapa kali.] << eh kalimat abstrak ini sebaiknya ditaruh dimana ya?

k) Dipakai dengan kata kerja yang menunjukkan suatu perbuatan yang telah atau akan dilakukan dan keadaan yang akan atau telah terjadi dari perbuatan itu adalah statis
o) Ano isu ni suwatte hon o yonderu hito wa dare desu ka? [Orang yang sedang duduk dan membaca buku itu siapa?]
o) Yama no ue ni yuki ga tsumotte iru ne. [Salju tertimbun di puncak kan?]
o) Sumimasen ga, kabe ni kakatte iru watashi no kotto o totte kuremasen ka? [Maaf, dapatkah mengambilkan jaket saya yang tergantung di dinding.] [..]

l) Menunjukkan pengantar sebuah verba pasif [orang/benda yang menyebabkan perbuatan]
o) Ie ni kaeru tochuu de ame ni furareta. [Selama dalam perjalanan pulang, turun hujan.] [..]

m) Partikel ni dipakai untuk menunjukkan kata dasar yang dimaksudkan oleh suatu perbuatan yang dilakukan. Misalnya, motozuku [berdasarkan] dan yoru [ menurut, sesuai].
o) Ano eiga wa yuumei na shosetsu ni motozuite tsukuraremashita. [Film itu dinuat berdasarkan sebuah novel terkenal.]
o) Terebi no fukyu ni yotte gaikoku no yousu ga yoku wakaru you ni natta. [Berkat meluasnya siaran televisi, kami mengerti dengan baik keadaan negara-negara lain.]

n) Partikel ni dipakai untuk menunjukkan sepasang manusia atau benda yang biasanya disebut bersama-sama. Dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan 'dan'.
o) Romeo ni Jurietto. [Romeo dan Juliette.]
o) Fuji-san ni geisha. [ Gunung Fuji dan geisha.] *ungkapan usang mengenai Jepang


Nah, sepertinya sekarang kita akan memasuki area berpusing-pusing ria nih..


Perbedaan Partikel Ni dengan Partikel De

A. Prinsipnya, partikel ni dipakai untuk menyatakan tempat suatu benda, sedangkan partikel de dipakai untuk menyatakan tempat dilakukannya suatu aktivitas. Maka, dalam hal ini partikel ni tidak dapat diganti dengan partikel de.

1) Partikel ni yang menyatakan eksistensi suatu benda.
a) Kare wa shokudou ni iru. [Dia ada di kantin.]
b) Tsukue no ue ni hon ga aru. [Di atas meja ada buku.]

2) Partikel ni yang secara konkret dan jelas menyatakan keadaan [keberadaan] suatu benda.
c) Yama no shita ni kawa ga unette iru. [Di bawah gunung, sungai meliuk-liuk] << terjemahannya sedikit sulit ya ^^
d) Ike no soba ni hana ga saite iru. [Di dekat kolam, ada bunga yang mekar.]

3) Partikel ni yang menyatakan bahwa keberadaan benda itu merupakan hal yang terlihat atau terasa.
e) Mukou ni yama ga mieru. [Di seberang terlihat gunung.]

Sebaliknya, karena partikel de pada kalimat (f) berfungsi menyatakan tempat dilakukannya aktivitas kare [dia], maka partikel de pada kalimat ini pun tidak mungkin diganti dengan partikel ni.
f) Kare wa mainichi koko de tenisu o suru. [Dia setiap hari main tenis di sini.]


B. Partikel ni dipakai untuk menyatakan tempat beradanya benda yang menjadi subyek suatu aktivitas atau perbuatan yang dilakukan oleh subyek/tema.

g) Watashi wa soko ni gomi o suteta.
h) Kare wa Shinjuku ni tochi o katta.

Partikel ni pada kalimat (g) dan (h) bisa diganti dengan partikel de seperti pada kalimat (i) dan (j). Namun sebagai akibatnya makna kalimatnya akan berubah.
i) Watashi wa soko de gomi o suteta.
j) Kare wa Shinjuku de tochi o katta.

Partikel ni pada kalimat (g) dipakai untuk menerangkan bahwa kata soko merupakan tempat yang dipakai untuk membuang sampah [menjadi tempat sampah]. Kalau partikel itu diganti dengan partikel de seperti pada kalimat (i), maka kata soko yang ada sebelumnya itu berubah maknanya menjadi tempat dimana subyek berada pada waktu membuang sampah. Jadi dalam kalimat (i), tidak jelas [tidak diketahui] ke [tempat] mana sampah itu dibuang. Hal ini juga terjadi pada kalimat (j). Dalam kalimat (j) dinyatakan bahwa kare [dia] sudah membeli tanah dan pembeliannya itu dilakukan di Shinjuku. Dalam kalimat ini tidak diketahui tanah yang ada dimana yang dibelinya itu [bandingkan dengan kalimat (h)].

C. Partikel ni dipakai untuk menyatakan beradanya subyek pada suatu tempat sebagai hasil aktivitas atau pekerjaan yang sudah dilakukan.

k) Gakuseitachi wa isu ni koshikaketa. [Para murid telah duduk di bangku.]
l) Kare wa ano kawa ni ochita rashii. [Sepertinya dia terjatuh di sungai.]

Tetapi baik partikel ni maupun partikel de dapat dipakai seperti pada kalimat (m) dan (n) di bawah ini.
m) Kare wa ano beddo ni nette iru.
n) Kare wa ano beddo de nette iru.

Perbedaaan partikel ni dan partikel de pada kalimat di atas dititik-beratkan pada cara-cara kita mendeskripsikan kalimat-kalimat tersebut. Partikel ni dipakai pada kalimat (m) dan pemikiran bahwa kare [dia] pada saat itu ‘sedang berada’ di tempat tidur, sedangkan partikel de dipakai pada kalimat (m) dengan pemikiran bahwa kare pada saat itu ‘sedang melakukan aktivitas tidur’ di tempat tidur. Oleh sebab itu, biasanya akan lebih alamiah apabila kalimat (n) dilengkapi kata keterangan yang berkenaan dengan aktivitas atau perbuatan, misalnya dengan kata gussuri sehingga menjadi kalimat (o).

o) Kare wa ano beddo de gussuri nete iru. [Dia tertidur dengan lelap di tempat tidur.]


Perbedaan Partikel Ni dengan Partikel O

p) Kare wa ano michi ni itta.
q) Kare wa ano michi o itta.

Makna kedua kalimat (p) dan (q) di atas benar-benar berbeda. Perbedaan ini dikarenakan peran kata keterangan tempat ano michi yang dipakai pada kalimat (p) berbeda dengan kalimat (q). Kata ano michi pada kalimat (p) merupakan tempat sampai, tiba atau tempat kedatangan kare. Sedangkan kata ano michi pada kalimat (q) sebagai tempat yang dilalui/dilewati kare.
Sekarang perhatikanlah kalimat (r) dan kalimat (s). Keduanya tidak ada perbedaan seperti yang terjadi pada kalimat (p) dan (q).

r) Watashi wa ano yama ni noboru koto ga aru.
s) Watashi wa ano yama o nobotta koto ga aru.

Perbedaan antara kalimat (r) dan (s) adalah dalam kalimat (r) terdapat penekanan [titik berat] pada masalah tiba, sampai atau kedatangan di [puncak] gunung [ano yama]. Sedangkan dalam kalimat (s) terdapat penekanan pada proses pendakian gunung [ano yama]. Maka, kalau hanya untuk menyatakan ada-tidaknya pengalaman mendaki gunung tanpa mempermasalahkan proses pendakian, maka akan terasa lebih alamiah kalau dipakai kalimat (s).

Dalam kombinasi antara aktivitas dan tempat yang termasuk jenis ini terdapat juga ungkapan yang menitik-beratkan tempat sampai, tiba atau kedatangan seperti dalam kalimat-kalimat:
t) Kare wa nikai ni agatta. [Dia pergi ke lantai dua.]
u) Watashi wa chikasetsu ni orita. [Saya turun dari chikasetsu.]

Selain itu terdapat juga ungkapan yang menitik-beratkan tempat yang dilewati/dilalui seperti dalam kalimat:
v) Kare wa nagai kaidan o agatta. [Dia melakukan diskusi yang panjang.]
w) Ano saka o oriru toki wa, ki o tsukenasai. [Saat turun dari bukit, berhati-hatilah.]

Perlu kita perhatikan bahwa partikel ni pada kalimat (t) dan kalimat (u) tidak bisa diganti dengan partikel o. Namun kita tidak dapat mengatakan bahwa partikel o pada kalimat (v) dan (w) tidak mungkin diganti partikel ni.


Perbedaan Partikel To dengan Partikel Ni yang Menyatakan Objek pada Suatu Kalimat

Berikut perbedaan kedua partikel seperti yang disarikan Tomita Takayuki [1992:55-56].
1.a A-san wa B-san to kekkon shimashita.
1.b B-san wa A-san to kekkon shimashita.
2.a A-san wa B-san to kenka shimashita.
2.b B-san wa A-san to kenka o shimashita.

Seperti kita lihat pada contoh kalimat di atas, kalimat 1.a dapat diubah menjadi 1.b, begitu juga kalimat 2.a dapat diubah menjadi kalimat 2.b. Perubahannya terjadi hanya karena pertukaran posisi subyek dan obyek pada kalimat-kalimat itu. A-san sebagai subyek baik pada kalimat 1.a maupun 2.a ditukar dengan B-san yang pada mulanya berkedudukan sebagai obyek. Demikian juga B-san sebagai objek dapat ditukar dengan A-san yang pada mulanya berkedudukan sebagai subyek sehingga terjadilah kalimat 1.b dan 2.b. Walaupun kedua kalimat ini diubah posisinya, tetapi maknanya tetap sama.
Atau dengan kata lain, partikel to di sini menunjukkan bahwa si subyek dan si obyek memiliki peran yang sama. Baik A-san maupun B-san keduanya secara sadar, secara aktif dan dengan kemauannya masing-masing melakukan kegiatan yang sama. Baik A-san maupun B-san secara aktif menjadikan pasangannya sebagai obyek.
Karena partikel to menunjukkan aktivitas subyek dan obyek secara bersamaan, maka partikel to pada empat kalimat di atas tidak dapat diganti dengan partikel ni yang menyataan aktivitas yang sepihak.
Misalnya:
3.a A-san wa B-san ni kekkon shimashita. {x}
3.b B-san wa A-san ni kekkon shimashita. {x}
4.a A-san wa B-san ni kenka o shimashita. {x}
4.b B-san wa A-san ni kenka o shimashita. {x}

Sekarang perhatikanlah kalimat-kalimat berikut:
5.a A-san wa B-san ni denwa o kakemashita.
5.b B-san wa A-san ni denwa o kakemashita.
6.a A-san wa, sono koto o sensei ni shirasemashita.
6.b Sensei wa, sono koto o A-san ni shirasemashita.

Pada kalimat 5.a walaupun A-san dan B-san bersama-sama berbicara menggunakan pesawat telepon, yang pertama menelepon adalah A-san dan yang ditelpon adalah B-san. Begitu juga pada kalimat 6.a yang memberitahu adalah A-san sedangkan yang diberitahu adalah sensei. Partikel ni dalam kalimat itu menunjukkan kegiatan yang sepihak. A-san lah sebagai subyek yang melakukan kegiatan dan menjadikan B-san dan sensei sebagai obyek. Akibatnya, kedudukan obyek dan subyek pada kalimat ini tidak dapat diputarbalikkan. Kalau pun dipaksakan untuk diputarbalikkan, dimana subyek menjadi obyek dan obyek menjadi subyek, maka makna kalimatnya akan berubah.
Perubahan maknanya menjadi:
Bila sebelumnya A-san yang menelpon dan B-san yang ditelpon, sekarang berubah menjadi B-san yang menelpon dan A-sanlah yang ditelpon.

Sedangkan pada kalimat 6.a dan 6.b perubahan maknanya menjadi:
Bila pada kalimat 6.a A-san yang memberitahu Sensei, maka pada kalimat 6.b Senseilah yang memberitahu A-san.

Lalu bagaimanakah mengenai kalimat-kalimat berikut:
1.a A-san wa B-san to aimashita.
1.b A-san wa B-san ni aimashita.
2.a A-san wa kuruma o unten shite ite torakku to butsurikarimashita.
2.b A-san wa kuruma o unten shite ite torakku ni butsukarimashita.
3.a A-san wa kuruma o unten shite ite denchuu ni butsukarimashita.
3.b * A-san wa kuruma o unten shite ite denchuu to butsukarimashita. {x}

Pemakaian partikel to dan ni pada kalimat 1.a dan 1.b dapat dibenarkan; namun berdasarkan fungsi partikel pada penjelasan sebelumnya, maka kedua kalimat tersebut memiliki makna yang berbeda.
Pada kalimat 1.a baik A-san maupun B-san secara bersama-sama merasa ingin bertemu, bermaksud bertemu, mungkin juga kedua orang itu berjanji untuk bertemu di suatu tempat sehingga terjadilah pertemuan itu. Sedangkan pada kalimat 1.b, yang ingin bertemu ialah A-san. Secara sepihak A-san-lah yang merasa ingin bertemu dengan B-san, bermaksud bertemu B-san dan akhirnya pergi ke suatu tempat dimana B-san berada.

Hal ini hampir sama dengan kalimat 2.a dan 2.b. Kalimat 2.a memiliki makna bahwa mobil yang ditumpangi A-san dan truk [yang dikendarai oleh orang lain] kedua-duanya berjalan dari arah yang berlawanan lalu bertabrakan. Sedangkan kalimat 2.b memiliki makna bahwa mobil yang ditumpangi A-sanlah yang menabrak truk yang sedang berjalan dari arah belakang truk, atau mungkin juga menabrak truk yang sedang berhenti. Dengan demikian, tentu saja kalimat 3.a dapat dibenarkan sedangkan kalimat 3.b terasa tidak alamiah sebab tiang listrik tidak bisa berjalan sendiri.


Tentang made ni..

KB [waktu] made ni KK.
Menunjukkan batas waktu dimana perbuatan/aksi harus selesai; jadi perbuatan/aksi itu harus dilakukan sebelum batas waktu yang ditunjukkan oleh made ni itu.
1) Kaigi wa goji made ni owarimasu. [Rapat akan berakhir paling lambat sebelum jam lima.]

2) Doyoubi made ni hon o kaesanakereba narimasen. [Harus mengembalikan buku paling lambat sebelum hari Sabtu.

Dalam hal ini, made ni tidak bisa disamakan dengan kalimat seperti berikut:

Goji made hatarakimasu. [Bekerja sampai jam lima.]


Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas, rupanya partikel ni juga dapat menyertai beberapa fukushi.
Mengenai fukushi yang dapat disertai dengan partikel ni ini, misalnya:
1) Jiki ni : dengan langsung, dengan segera, terus, lantas, sebentar lagi, dengan
selekas-lekasnya
2) Sude ni : sudah, telah, dulu, dahulu
3) Sugu ni : segera, langsung, lantas, serta-merta, dengan mudah, secepat-cepatnya, tidak lama
4) Tachimachi ni: dengan segera, lantas, langsung
5) Tadachi ni : dengan segera, lantas, langsung
6) Tagai ni : saling, satu sama lain
7) Tsui ni : akhirnya, kesudahannya, penghaabisannya.

Misalnya:
1)Ano futari wa tagai ni shiriai desu. [Kedua orang itu saling mengenal satu sama lain.]
2)Sugu ni yoru ga akeyou.
*.. sugu ni yoru ga akeru =cepat malam selesai =cepat datang pagi
yo ake=waktu lanjutnya berwarna sinar matahari
Berdasarkan penjelasan di atas, jadi mungkin artinya, “Lekaslah fajar.” bigsmile

Kira-kira demikian yang dapat saya rangkumkan mengenai partikel ni..
Rupanya partikel ini banyak fungsinya ya.
..


Sekarang pertanyaannya adalah apakah partikel itu sulit?
Tergantung cara anda mempelajarinya. Tapi saya kira, akan banyak yang setuju kalau saya katakan bahwa cuma satu persen yang mengatakan bahwa partikel itu sangat mudah [kalau menurut buku yang saya baca, malah nol persen ^^] bigsmile


*Adanya tanda-tanda baca yang tidak lazim merupakan kebingungan saya dalam menerjemahkan. Mohon maklum ya bigsmile



--

Sumber:
Gramatika Bahasa Jepang Modern Seri A oleh Primus-senseiSudjianto, 1996
Gramatika Bahasa jepang Modern Seri B oleh Sudjianto, 2000
Partikel Penting Bahasa Jepang Naoko Chino, 1993
Minna no Nihongo I Terjemahan dan Tata Bahasa dalam Bahasa Indonesia

Warninya Warna dalam Bahasa Jepang

Tentang kata 'colors'..
Pada tahun 1994, ada Colors of the Wind dan Reflection di tahun 1998. Sedangkan di tahun 2005, ada Colours of Friends dan Colors of Johohoho di tahun 2007. Masih di tahun yang sama [kalau saya tidak salah bigsmile] ada Colors of the Rainbow. Nah, kalau di tahun 2009 ini.. Bagaimana kalau saya membuat tulisan berkaitan dengan warna dalam Bahasa Jepang? bigsmile

Japanese Colors.. Colors in Japanese.. Basic Colors in Japanese.. Variation Colors in Japanese..
Ah, kok saya jadi bingung? Saya kan tidak mungkin menuliskan semua warna dalam Bahasa Jepang? Humm.. Lil Things about Colors in Japanese.. Humm.. Humm.. Cari yang gampang saja deh. Warninya Warna dalam Bahasa Jepang.. bigsmile'


Dalam Bahasa Jepang, warna terbagi dalam dua kelas. Yaitu, kata sifat dan kata benda. Kata sifat yang dimaksud adalah yang berakhiran ~i. Sedangkan sebagian warna yang termasuk ke dalam kata benda merupakan kosakata yang diadaptasi dari Bahasa Inggris.

Untuk mengetahuinya, kita perhatikan satu-satu yuk!

Macam-macam warna yang termasuk ke dalam kata sifat berakhiran ~i misalnya:
~ Akai: merah
~ Shiroi: putih
~ Kuroi: hitam
~ Kiiroi: kuning
~ Aoi: hijau atau biru

Bila kita ingin menggabungkannya dengan kata benda lainnya, maka kata sifat ini ditaruh di depan kata benda. Contoh:
- Kuroi kaban: tas berwarna hitam
- Shiroi hana: bunga berwarna putih

Macam-macam warna ini rupanya juga dapat diubah ke bentuk kata benda. Yaitu dengan cara menghilangkan akhiran ~inya. Tetapi untuk menggabungkan kata sifat [yang sudah berubah menjadi kata benda] ini dengan kata benda lainnya, maka kita perlu menambahkan partikel no di tengah-tengahnya. Walaupun kata sifat ini sudah berubah menjadi kata benda, hal ini tidak merubah makna warna tersebut.

Contoh:
- Aka no hon: buku berwarna merah
- Ao no kutsu: sepatu berwarna hijau

Tapi ada pengecualian untuk beberapa kata dimana kita tidak perlu menambahkan partikel no di tengah-tengahnya, misalnya:
- Aozora: langit biru
- Ao shingou: lampu hijau
- Aka shingou: lampu merah
- Kurokami: rambut hitam
- Akatsuki: senjakah, bulan merahkah, nama suatu kelompok dalam cerita Narutokah.. Subuh.

..
Ini cuma kesimpulan pribadi tentang bentuk negatif dari warna. Kesimpulan yang mungkin bisa sedikit menyesatkan. Jadi untuk kepastiannya, silahkan diresapi nuansanya masing-masing yaa.. bigsmile

- Kurokunai: tidak hitam
- Kuro janai: hitam bukan?
..

Sekarang mari kita lanjutkan ke macam-macam warna yang tergolong dalam kata benda. Misalnya:

~ Chairo: cokoreeto coklat
~ Hairo: abu-abu
~ Daidai-iro: orange >> jingga
~ Mizuiro: hijau
~ Murasaki: ungu
~ Midori-iro: hijau [yang berhubungan dengan alam]
~ Pinku: merah jambu
~ Nebii buru: navy blue >> biru tua
~ Guree: grey >> abu-abu
~ Guriin: green >> hijau
~ Beeju: beige >> kuning abu-abu
~ Rabendaa: lavender >> lembayung
~ Ai*: blue jeans.. indigo.. nila
*walaupun berakhiran ~i, tapi saya kira warna yang satu ini masuk ke golongan kata benda


Dalam Bahasa Inggris, kita juga sering menambahkan ~ish pada warna. Misalnya, whitish, pinkish, yellowish. Nah, dalam Bahasa Jepang pun ada hal yang serupa. Yaitu dengan cara menambahkan ~ppoi di belakang kata warna tersebut. Atau dengan kata lain, si ~ppoi ini memiliki makna yang sama dengan ~ish. Misalnya:

- Shiroppoi: keputih-putihan
- Akappoi: kemerah-merahan
- Kuroppoi: kehitam-hitaman

Mulanya saya kira untuk menyambung dua warna yang berbeda, maka cukup disambung dengan ~kute, misalnya shirokute kuroi, sama halnya ketika saya menyambung dua kata sifat misalnya, amakute oishii. Tapi rupanya saya keliru.
Yang benar adalah: shiro to kuro.

Lalu bagaimana halnya kalau warna tersebut dirubah ke dalam bentuk lampau?
Gampang bigsmile

- Shiro to kuro deshita
- Ai to ao no kutsu deshita

Bila ingin menyebutkan warna sebagai subyek atau obyek dari predikat, maka si warna ini haruslah berbentuk kata benda.

Misalnya:
- Kuro ga ii desu.
- Ao ga suki desu ka?

:: Nyontek dari The Complete Japanese Adjective Guide dari Ann Tarumoto

Apa saja warna pelangi itu? Aka, daidai, ki, midori, ao, ai, murasaki wa niji no iro desu. bigsmile




Murasaki.. Murasaki.. Murasaki Shikioribu..
Murasaki Shikibu adalah nama julukan seorang penulis perempuan terkenal Jepang pada zaman Heian sekitar seribu tahun yang lalu. Tapi saya kira saya tidak bermaksud membahasnya. Saya cuma teringat pada satu warna kesukaan sahabat perempuan saya. Ya si murasaki ini. Padahal seperti banyak plesetan yang berkembang dalam pergaulan mengatakan, bahwa warna ungu itu warna janda ^^

Pertanyaannya adalah: Kenapa bisa begitu ya?
Ah, tak tahulah apa penyebabnya. Tetapi untuk nyamannya, sahabat dan saya sepakat bahwa murasaki ini mencerminkan kesetiaan bigsmile

Menurut seorang teman Jepang, murasaki adalah warna yang istimewa. Jadi cuma kalangan tertentu saja yang dapat memakainya. Misalnya, raja.

Lalu bagaimana dengan warna kesukaan saya?

Warna kesukaan saya adalah daidai-iro.
Berhubung salah satu arti dari dai itu adalah 'yang paling', jadi kalau dipelesetkan mungkin menjadi ‘warna yang paling-paling’ bigsmile

Banyak orang menganggap bahwa daidai-iro adalah salah satu warna yang ngejreng. Atau mungkin memang yang paling ngejreng barangkali. Entahlah. Tapi bagi saya daidai-iro mencerminkan keceriaan bigsmile

It just like when I see sunflower sunrise. At that time I would say to my self, "Ohayou! This is a new day! Don’t you think it’s a bright day? Let's start new things together!”
..
Sepertinya saya berlebihan..^^

Sedikit Variasi 'you' dalam Bahasa Jepang

Mungkin saya tidak akan mencari tahu jawabannya, kalau seseorang tidak bertanya pada saya..

Beberapa waktu lalu, Maria [ia adalah seorang anggota di Opera saya ini] bertanya tentang pola kalimat 'ingin bisa ~'.
Karena masih ragu dengan jawaban saya, saya mencoba cari jawaban di lautanindonesia. Dan saya beruntung ada yang bersedia menjawab pertanyaan saya ini. Beliau adalah Botuna-sensee pembimbing pengamat Bahasa Jepang yang saya kenal melalui forum lautanindonesia. Acuan yang beliau gunakan berasal dari buku pelajaran Minna no Nihongo.

Rupanya penjelasan yang saya dapat justru berkembang menjadi bahasan yang lebih luas dari sekedar apa yang saya tanyakan.

Karena takut akan 'tertumpuk' dengan halaman-halaman lain di thread* tersebut-sehingga menyulitkan saya untuk mencarinya di kala saya membutuhkannya, jadi setelah mendapat izin dari si pemberi penjelasan, saya memutuskan untuk mempostingnya di sini.

Mungkin akan ada sedikit edit sana-sini. Tapi semoga hasil edit saya nanti masih dapat dipahami.


_____

Berbicara tentang ~you dalam Bahasa Jepang, rupanya ia memiliki beberapa variasi. Atau dalam hal ini mungkin akan lebih cocok dikatakan bahwa fungsi ~you dapat dipasangkan dengan fungsi pola kalimat lain untuk mendapatkan arti dan makna yang lain lagi.

Ini dia..


~no you da

Contoh:
Kare wa Indoneshia-go ga umakute maru de Indoneshia-jin no you da.
Orang itu Bahasa Indonesianya pintar seperti orang Indonesia.

Takara kuji ni ataru nante yume no you da.
Mendapatkan lotre itu seperti mimpi.

Kesimpulan:
~You di sini berarti 'seperti'.
*Maru de: Seperti [dilihatnya hampir sama]


Mulanya saya kira pengertian ‘seperti’ dan ‘mirip’ itu sama. Ternyata saya keliru.

Contoh:
Tarou no kao ga chichi no you da.

Yang benar adalah:
Kodomo no kao ga dandan chichi ni nite kimashita.
Wajah seorang anak mirip dengan ayahnya.

Jadi saat membuat kalimat ‘mirip’, memakai ~nite iru [mirip] atau ~nite kuru
[lebih/sangat mirip].
*Dandan: sangat



~you na

Contoh:
Tsuki no you na marui kao.
Wajah bulat seperti bulan.

Kesimpulan: ~you na di sini berfungsi untuk menunjukkan 'seperti'.



~you ni

Contoh:
Nihongo ga hanaseru you ni, mainichi renshuu-shimasu.
Saya tiap hari berlatih supaya bisa berbicara Bahasa Jepang.

Wasurenai you ni nooto ni kaite kudasai.
Supaya tidak lupa, tolong catat di note ya.

Kesimpulan:
Pemakaian ~you ni di atas diartikan 'supaya'.
Kata kerja yang mengikuti ~you ni ini berbentuk kata kerja biasa.



~you ni naru

Biasanya untuk menyatakan 'perubahan’ atau ‘sudah menjadi', pola kalimat yang dipakai adalah ~naru.

Contoh:
Yatto sono futari wa ureshikunarimashita.
Akhirnya kedua orang itu bahagia.
>> [konjugasi kata sifat berakhiran ~i]

Kusuri o nonda ato Obaa-chan wa genki ni narimashita.
Setelah minum obat, Nenek sembuh.
>> [konjugasi kata sifat berakhiran ~na]

Sotsugyou shita node -atau sotsugyou shita ato- kanojo wa kangofu-san ni narimashita.
Setelah lulus, ia menjadi perawat.
>> [untuk kata benda]


Tetapi untuk membuat kalimat dengan kata kerja bentuk potensial [bisa] + ~naru, maka perlu diimbuhi ~you ni.

Contoh:
Kanji ga yomeru you ni narimashita
Saya sudah bisa membaca kanji.

Chotto 'ralat' ka naa..
Sewaktu menjelaskan, Botuna-sensee memakai ‘terebi no Nihongo. Tetapi di sini saya merubahnya menjadi ‘Nihongo no terebi. Semoga saya tidak keliru ya bigsmile


Yatto terebi no Nihongo ga wakaru you ni narimashita.
Akhirnya saya mengerti [menonton] televisi berbahasa Jepang.

Meskipun wakaru bukan termasuk kata kerja bentuk potensial [kanou-kei], tetapi kata ini bisa dipakai untuk pola ~you ni. Karena pola ini dapat menunjukkan sebuah perubahan.
Sering kali pula kalimat ini diimbuhi dengan kata keterangan yatto yang artinya, ‘akhirnya’.
Kemudian, karena tadi kata ini kita terjemahkan 'Sekarang saya sudah bisa ~~', dengan tujuan yang sama, pola ini juga bisa dipakai dalam kalimat tanya “Apakah anda sekarang sudah bisa ~~?”

Contoh:
Nihongo de denwa ga kakerareru you ni narimashita ka?
Apakah sekarang anda sudah bisa menelepon dalam Bahasa Jepang?

Hai, kakerareru you ni narimashita.
Ya, sudah bisa.

Iie, mada kakeraremasen.
Belum, masih belum bisa. << Wah, saya banget nih ^^

Nihongo ga hanaseru you ni narimashita ka?
Apakah anda sekarang sudah bisa berbicara Bahasa Jepang?

Meskipun penerjemahannya demikian, hal ini tidak bisa seenaknya kita samakan dengan:
Mou Nihongo ga hanasemashita ka?

Pola Bahasa Jepang semacam di atas rasanya tidak lazim dipakai. Jadi untuk menyatakan perubahan, pola yang sering digunakan adalah ~you ni naru. Sehingga, kalau ingin berkata, “Ingin bisa bicara Bahasa Jepang”, maka:

Nihongo ga hanasetai atau Nihongo o hanasu koto ga dekitai.

*Nihongo ga hanaseru you ni naritai desu.
Saya ingin bisa berbicara Bahasa Jepang.


Oh ya, ini ada sedikit contoh kalimat selingan tentang kalimat ~naru dan ~suru yang mengandung unsur 'menjadi, menjadikan atau membuat' yang berhubungan dengan perasaan. Kalimat ini mungkin sekilas tampak mudah tapi bagi saya cukup rancu..

"Karena tidak ada kabar berita, membuatku [jadi] cemas." *huuhuhu..
>> Renraku ga nakute, totemo shinpai shimashita.
Atau:
Renraku ga nakute anata no koto ga shinpai ni narimashita.

“Aku akan membuatmu bahagia”.

Botuna-sensee berkata, kalimat ini seperti lagu-lagu saja bigsmile’. Sementara saya mengira, kalimat semacam ini memang sering kita jumpai pula di film-film, misalnya. Tetapi karena mungkin kalimat yang saya buat belum terdengar alami di telinga orang Jepang, jadi beliau menerjemahkannya seperti di bawah ini.

Shiawase ni suru yo!

Eh, tapi anatanya mana ya?
Ah, ya sudahlah. Namanya juga topik selingan.



~you ni suru

Contoh:
Shigoto ga isogashikutemo, 10-ji made ni kaeru you ni shite imasu.
Meskipun pekerjaan sibuk, saya usahakan pulang paling lambat jam 10.

Di sini, shimasu menjadi shite imasu karena menunjukkan suatu kegiatan yang masih dilakukan sampai saat ini.

A: Amai mono wa tabenai’n desu ka?
Anda tidak makan makanan yang manis-manis, ya?

B: Ee, dekiru dake tabenai you ni shite iru’n desu.
Ya, sebisa mungkin saya usahakan tidak makan.

Kesimpulan:
Pada pola ini mengandung unsur 'usaha'. Karenanya, maka terkadang dipakai pula frase: dekiru dake [sebisa mungkin].

Contoh lain dalam kalimat perintah:
Motto yasai o taberu you ni shite kudasai.
Usahakanlah untuk makan lebih banyak sayur ya.

Zettai ni pasupooto o nakusanai you ni shite kudasai.
Tolong passport-nya jangan sampai hilang.

Jadi, untuk kalimat peringatan dengan bentuk kalimat negatif, kadang muncul pula kata keterangan zettai ni yang fungsinya untuk memberi penekanan lebih kuat. Sedangkan motto juga kata keterangan yang artinya ‘lebih’.

.......

Haa.. Akhirnya tulisan edit ini selesai juga dehh.. Lega rasanya.

Tapi saya kira pembahasan di atas masih banyak kekurangan. Walau begitu, paling tidak, saya bisa sedikit lebih mengerti tentang variasi ~you ni dalam Bahasa Jepang ini.

A, satu lagi ucapan terima kasih saya untuk Nyoman-senseii, seorang asli Jepang yang rupanya juga mahir berbahasa Indonesia dan sepertinya menyukai Pulau Bali. Beliau berbaik hati memberikan beberapa contoh kalimat tambahan tentang ~you ni, ~ku naru, ato dan satu-dua lainnya.



-kenapapostingannyagabisadisimpenaja/gaperludiupdatesegala..>_<-

Cara Mengungkapkan Keinginan atau Pengharapan Dalam Bahasa Jepang

Kalau beberapa bulan yang lalu, Maria bertanya pada saya tentang arti "~you ni", maka beberapa hari yang lalu, melalui email Kyo bertanya tentang kata majemuk.
Saat itu saya berpikir, "Kata majemuk dalam Bahasa Jepang itu seperti apa ya?"
Ah, sepertinya Nihongo saya semakin pandai parah saja.. -_-’

Berhubung sepertinya buku panduan cuma satu, jadi saya coba obok-obok ubek-ubek di internet. Lumayan juga referensinya. Tapi semakin banyak referensi, semakin bingung saya menyusunnya ^_^'
Walau bagaimanapun, berikut hasil pengamatan kecil saya..

Dalam kamus Kokugo Jiten disebutkan definisi kata majemuk 複合語 adalah sebagai berikut:
「本来独立した単語が二つ以上結合して、新たに一つの単語としての意味・機能をもつようになったもの。「ほんばこ(本箱)」「やまざくら(山桜)」「かきあらわす(書き表す)」などの類。」


"Untuk menggabungkan dua atau lebih kata-kata awalnya terpisah, yang mulai berfungsi dengan makna baru sebagai satu kata. "Honbako [rak buku]", yamazakura [pohon ceri liar-mungkin bigsmile] ", "kakiarawasu [menggambarkan]" dan semacamnya.
Jadi dari sini dapat saya simpulkan, bahwa kata majemuk dalam Bahasa Jepang merupakan bentuk gabungan dari dua kata dasar atau lebih, yang kemudian melahirkan satu arti kata yang baru.
Pada pembentukan gabungan kata majemuk ada yang mengalami perubahan lafal.
Pembentukan kata majemuk ini adalah dengan cara, misalnya:

[1] KS + KK
o) waka.i [muda] + kaeru [kembali] = > wakakaeru [muda kembali]

[2] KK + KK
o) tabe.ru [makan] + hajimeru [mulai] => tabehajimeru [mulai makan]
o) iku [pergi] + kaeru [pulang] => ikikaeri [pulang pergi ke rumah]

[3] KB + KS
o) kokoro [hati] + tsuyoi [kuat] => kokorozuyoi [ kuat hati, besar hati]

[4] KK + KB
o) de.ru [keluar-rumah] + kuchi [mulut] = deguchi [keluar rumah]

[5] KB + KK
o) benkyou + suru [belajar]
o) hana [bunga] + mi.ru [melihat] => hanami [melihat bunga]
o) gai [keluar] + shoku [makan] => gaishoku [makan keluar]

[6] KKet. + KK
o) bonyari + suru [melamun]
o) hiru [siang] + ne.ru [tidur] = hirune [tidur siang]

[7] Affix + KK
o) sashiageru [memberi]

[8] KB + KB
o) hito [orang] + bito [orang juga bigsmile] => hitobito [orang-orang]
o) tabi [perjalanan] + hito [orang] => tabibito [penjelajah] << huruf 'h' berubah menjadi 'b'
o) te [tangan] + kami [kertas] => tegami [surat] << huruf 'k' berubah menjadi 'g'
o) mizu [air] + umi [pantai] => danau
o) kawa [sungai] + sakana [ikan] => kawazakana [ikan sungai]
o) Manabu [belajar] + umareru [lahir] => gakusei [murid] << sepertinya contoh kata majemuk ini mengalami perubahan cara baca dari kunyomi menjadi onyomi dilihat dari segi kanji.

[9] KS + KB
o) bi [cantik] + jou [perempuan] => wanita cantik
o) kuro.i [hitam] + kami [rambut] => kurokami [rambut hitam]
o) furu.i [lama, tua] + hon [buku] => furuhon [buku usang/buku bekas]

[10] KS + KS
o) usu + gurai = temaram, samar-samar

[11] KK + KB Abstrak [mungkin bigsmile]
o) Ushina.u [kehilangan] + koi [cinta] >> shitsuren [putus cinta, patah hati.. Kalau sakit hati juga bisa disebut shitsuren tidak ya? bigsmile]

Secara etimologis kata karaoke juga merupakan kata majemuk dari "kara" (空) yang berarti “kosong” (seperti dalam Karate) dan "oke" yang merupakan bentuk pendek dari 'orkestra'. Karena kata majemuk ini setengah asing (Inggris) dan setengah Jepang, maka ditulis dengan aksara katakana dan bukan kanji.

Contoh kalimatnya kurang seimbang ya.. Di bawah ini ada beberapa contoh kata gabungan lainnya yang berkaitan dengan kata kerja.

o) Uru [menjual] + ba [tempat] => uriba [tempat penjualan]
o) Wasure.ru [lupa] + mono [barang] =>[barang ketinggalan]
o) Uso o tsuku [berbohong] => usotsuki [pembohong]
o) Seki o tomeru [menghentikan batuk] => sekidome [obat batuk]
o) Mono o oku [menaruh barang] => monooki [tempat menaruh barang]
o) Tasuke.ru + fune [menyelamatkan kapal] => tasukebune [kapal penyelamat]
o) Te o arau [mencuci tangan] => [o]-tearai [toilet]
o) Kane o motsu [memiliki uang] => kanemochi [kaya]
o) Mae ni harau [membayar di depan] => maebarai [uang panjar/uang muka]
o) Gomi o sute.ru + ba [membuang sampah + tempat] => gomisuteba [tempat pembuangan sampah]
o) Omo.u [berpikir] + kiru [habis] => omoikiru [putus harapan]
o) Yuku [pergi] + sugiru [terlalu] => yukisugiru [kelewatan]
o) Ai [cinta] + suru [melakukan] + ai [bertemu] => aishiai [saling mencintai]
o) Kaku [menulis] + owaru [selesai] => kakiowari [selesai menulis]
o) Motsu [membawa] + dasu [keluar] => mochidasu [membawa keluar]
o) Aruku [jalan] + mawaru [berkeliling] => arukimawaru [berjalan berkeliling]
o) Sagasu [mencari] + tsuzukeru [terus] => sagashitsuzukeru [mencari terus]
o) Noru [naik] + kaeru [mengganti] => norikaeru [ganti kendaraan]
o) Erabu [memilih] + nuku [mencabut] => erabinuku [menyeleksi]
o) Shiru [mengenal] + au [bertemu] => shiriau [saling mengenal]

Melihat beberapa contoh di atas, dapat saya simpulkan bahwa bila kata kerja bertemu atau dipertemukan dengan kata sambung yang lainnya, maka ia perlu diubah menjadi kata benda.

Dalam kata majemuk Bahasa Jepang, ternyata ada juga semacam perubahan makna yang tidak lazim, lho. Hal ini seperti diuraikan oleh Istikuma-san dalam blognya.

Kalau sepintas kita lihat, kata kerja (verb) bagian belakang sama, yaitu 「~忘れる」 (wasureru). Kalau kita buka di kamus bermakna “lupa ~”. Jadi, 「書き忘れる」 (kaki wasureru) bermakna “lupa menulis”, dan 「捨て忘れる」 (sute wasureru) bermakna “lupa membuang”. Namun apakah 「置き忘れる」 (oki wasureru) bermakna “lupa meletakkan”?

Yang menjadi permasalahan di sini adalah verb bagian belakang pembentukan fukugodoushi-nya sama, yaitu 「~忘れる」, namun ternyata memiliki makna yang berbeda. Perbedaan maknanya mungkin akan terlihat jelas melalui contoh kalimat berikut :
* 答案に名前を書き忘れる。 (Lupa menulis nama di kertas ujian) (touan ni namae o kaki wasureru)
* 教室のゴミを捨て忘れる。 (Lupa membuang sampah kelas) (kyoushitsu no gomi o sute wasureru)

Dari kedua contoh kalimat di atas, bisa disimpulkan makna dari 「~忘れる」 adalah “lupa melakukan kegiatan ~”. Tapi coba bandingkan dengan contoh kalimat berikut : * 電車の網棚に荷物を置き忘れた。 (densha no amidana ni nimotsu o okiwasureta)
Makna kalimat di atas bukanlah “Lupa meletakkan barang di rak bagasi kereta”, tetapi bermakna “Meletakkan barang di bagasi kereta, lalu lupa membawanya”. Kalau mengacu pada makna yang pertama, berarti seseorang telah lupa untuk meletakkan barangnya di rak bagasi, dia terus membawanya sampai pulang. Sedangkan terjemahan kedua, berarti seseorang telah meletakkan barangnya di rak bagasi, kemudian dia lupa untuk membawanya pulang. Benar-benar berbeda bukan?
Kesalahan dalam memahami fukugodoushi seperti contoh di atas bisa menyebabkan persepsi yang salah, bahkan bisa bertolak belakang. Masih banyak lagi fukugodoushi lain, yang mempunyai verb bagian belakang sama, namun memiliki makna yang berbeda.



Bahwa Yoji Jukugo adalah idiom yang termasuk ke dalam bentuk majemuk..
Normalnya, Bahasa Jepang ditulis dengan tiga huruf, yaitu kanji, hiragana dan katakana. Tapi untuk kata-kata idiom ini cuma ditulis dengan kanji dan tidak ada Kana [Hiragana dan Katakana] di dalamnya.
Yoji Jukugo berisi tentang kata-kata kebijaksanaan klasik atau moral dalam bentuk frase singkat.
Dalam Bahasa Inggris, ada banyak kata yang digunakan orang untuk membuat mereka terdengar cerdas atau berpendidikan tinggi. Bahasa Jepang pun juga memiliki kata-kata yang serupa yang patut untuk diketahui.

Ichijitsu-senshuu
Photobucket
Secara harfiah berarti “satu hari, seribu musim gugur.”
Dalam terjemahan yang lebih luas, berarti, "untuk melihat ke depan untuk sesuatu yang penuh semangat." Ketika Anda sedang menunggu sesuatu, satu hari serasa seribu tahun.

Onko-chishin
Onko Chishin
Secara harfiah berarti "mengunjungi masa lalu untuk mengetahui yang baru."
Dalam terjemahan yang lebih luas berarti, "sebuah studi tentang klasik adalah batu loncatan untuk penelitian baru." << [bahasanya kaku sekali.. ^^]

Youi-shuutou
Youi Shuutou
Secara harfiah berarti, "persiapan lengkap."
Dalam terjemahan yang lebih luas berarti, "kesadaran, kebijaksanaan, bersiap-siap untuk segala kemungkinan."

Icchou-ittan
Photobucket
Secara harfiah berarti "satu panjang, satu pendek."
Dalam terjemahan yang lebih luas berarti, "Memiliki kelebihan dan kekurangan."

--

Sesuai judulnya yang cuma "Mengintip ~" jadi mungkin penjelasan tentang kata majemuk ini pun sepertinya masih banyak yang kurang. Jadi sekiranya ada kekeliruan, mohon dimaklum. Atau dengan kata lain, CMIIW-lah.. bigsmile

Angka Keberuntungan dan Angka Kesialan dalam Budaya Jepang

Si Angka Tujuh

Sumber: Namiko Abe
The Number Seven

Tampaknya setiap kebudayaan memiliki angka keberuntungan dan kesialannya masing-masing. Di Jepang, angka empat dan Sembilan diketahui sebagai agka kesialan karena cara pengucapan keduanya. Angka empat diucapkan shi yang memiliki kesamaan pengucapan dengan kematian. Angka Sembilan diucapkan ku yang memiliki kesamaan pengucapan seperti penderitaan atau penyiksaan.

Selain itu tidak ada pula tempat duduk nomor 4, 9, 13 dalam pesawat terbang di The All Nippon Airways [kenapa tulisannya dibuat kapital ya? Itu maksudnya nama sebuah pesawat terbang atau artinya ‘semua pesawat terbang Jepang’..].

Di sisi lain, nomor 8 dianggap sebagai sebuah angka keberuntungan. Ini dikarenakan bentuk dari karakter kanji angka 8 itu sendiri. Dua stroke yang besar di bawah seperti menunjukkan saat yang lebih baik atau hal-hal yang lebih baik di masa depan. << [lho kok jadi membicarakan angka 8? ^^]

Lanjuut..

Angka tujuh muncul sebagai angka keberuntungan universal atau angka yang suci. Ada banyak terminologi yang termasuk ke dalam angka tujuh., misalnya: tujuh keajaiban dunia, tujuh dosa yang mematikan, tujuh kebajikan, tujuh samudera, tujuh hari dalam seminggu, tujuh warna spektrum [maksudnya, warna pelangi, mungkin ya bigsmile], tujuh kurcaci dan lain-lain.
“Tujuh Samurai” [Shichi-nin no Samurai] adalah film klasik jepang yang disutradarai oleh Akira Kurosawa yang kemudian dibuat ulang ke dalam judul “The Magnificent Seven [maksudnya, Si Tujuh Yang Mengagumkan, bukan yah bigsmile]. Agama Budha mempercayai pada tujuh reinkarnasi. Orang-orang Jepang merayakan tujuh hari setelah kelahiran si bayi, dan masa berkabung selama tujuh hari dan tujuh minggu setelah kematian.


Shichi-fuku-jin

Shichi-fuku-jin [adalah dongeng Jepang tentang Tujuh Dewa Keberuntungan. Para dewa yang lucu-lucu ini sering digambarkan mengendarai kapal laut berharga [takarabune]. Mereka menjaga berbagai barang ajaib seperti sebuah topi yang tak kelihatan, kain brokat gulung, dompet yang tidak ada habis-habisnya [bigsmile], sebuat topi hujan keberuntungan, jubah bulu burung, kunci-kunci untuk masuk ke dalam rumah berharta karun dan buku-buku penting dan banyak gulungan.

Di bawah ini merupakan nama-nama istimewa dari para Shichi-fuku-jin tersebut.

>> Daikoku adalah dewa kesehatan dan pertanian.
Ia membawa sebuah tas besar berisi harta karun di punggungnya dan uchideno-kozuchi [palu keberuntungan] di tangannya.

>> Bishamon adalah dewa perang dan prajurit.
Ia memakai baju baja, penutup kepala dan sebuah pedang di lengannya.

>> Ebisu adalah dewa dari para nelayan dan kesehatan.
Ia menjaga sebuah tai merah yang besar [jenis ikan segar di Eropa genus Abramis] dan batang kayu untuk memancing.

>> Fukurokuju adalah dewa panjang umur.
Ia memiliki kepala botak yang panjang dan janggut putih.

>> Juroujin adalah dewa panjang umur yang lainnya.
Ia memakai* janggut putih yang panjang dan topi pelajar dan sering ditemani oleh seekor rusa yang merupakan utusannya.

>> Hotei adalah dewa kebahagiaan.
Ia memiliki wajah yang ceria dan memilki perut yang gembul.

>> Benzaiten adalah dewi musik.
Ia menjaga sebuah biwa [mandolin buatan Jepang].


Nanakusa

Nanakusa artinya tujuh tumbuhan. Di Jepang, ada semacam tradisi untuk memakan nanakusa-gayu [bubur nasi yang terdiri dari tujuh tumbuhan] pada tanggal 7 Januari. Tujuh tumbuhan ini disebut haru no nanakusa [tujuh tumbuhan dari musim semi]. Ini dikatakan bahwa tumbuh-tumbuhan ini akan menghilangkan setan dari tubuh dan mencegah penyakit. Juga, orang-orang Jepang biasanya makan dan minum terlalu banyak pada Tahun Baru, [jadi yang dibutuhkan adalah] makanan ideal yang ringan dan sehat dengan banyak vitamin.

Selain itu juga ada aki no nanakusa [tujuh tumbuhan dari musim gugur] tapi biasanya mereka tidak dimakan dan digunakan sebagai hiasan untuk merayakan panjangnya siang dan malam [selama] seminggu atau bulan purnama di September.

>> Haru no Nanakusa – Seri [Japanese parsley], Nazuna [shepherd’s purse], gogyou, hakobera [chickweed], Hotokenoza, Suzuna, Suzushiro.

>> Aki no Nanakusa - Hagi [bush clover], Kikyou [Chinese bellflower], ominaeshi, Fujibakama, nadeshiko [pink], Obana [Japanese pampas grass], Kuzu [arrowroot].


Pepatah yang Mengandung Angka Tujuh

“Nana-korobi Ya-oki secara harfiah berarti “jatuh tujuh bangkit delapan” [eh atau "tujuh jatuh bangkit delapan" ya? bigsmile]. Kehidupan itu ada pasang surutnya, maka dari itu dibutuhkan keberanian untuk terus maju tak peduli beratnya kehidupan yang dijalani tersebut.
Shichiten-hakki adalah satu dari yoji-jukugo [gabungan empat karakter kanji] juga memiliki makna yang sama.


Di bawah ini tentang tujuh dosa besar yang mematikan [menurut budaya Jepang]..

>> Kebanggaan [Kouman]
>> Ketamakan [Donyoku]
>> Cemburu/Iri Hati [Shitto]
>> Kemurkaan [Gekido]
>> Nafsu Birahi [Nikuyoku]
>> Kerakusan [Boushoku]
>> Kemalasan [Taida]


Dan tujuh kebajikan..

>> Kepercayaan [Shinnen]
>> Harapan [Kibou]
>> Derma/Amal [Jizen]
>> Keuletan/Ketabahan
>> Keadilan [Seigi]
>> Kesederhanaan [Sessei]
>> Kebijaksanaan [Shinchou]

___

Wadduh.. Kok sulit sekali ya menerjemahkan artikel ini.. Sampai-sampai ada beberapa kalimat yang sengaja dibiarkan tetap dalam Bahasa Inggris saking mentoknya.. >_<

Empat, tujuh, tiga belas.. Haa..

Maap beribu maapp kalau masih ada kesalahan teknis dalam penerjemahan.. bigsmilev

*Perbedaan antara Partikel Wa dan Ga dalam Bahasa Jepang

*..However [for my part] this article is still under construction..*
___


Sebenarnya pembahasan tentang partikel wa dan ga ini saya ambil dari salah satu artikel Namiko Abe yang berbahasa Inggris.
Namun karena ada beberapa kata Bahasa Inggris yang sepertinya rancu ditambah keterangan tentang wa dan ga ini gampang-gampang-sulit bigsmile jadi saya kira untuk penjelasannya saya akan menggunakan terjemahan bebas versi saya..
..

Penunjuk Topik dan Penunjuk Subyek

Secara kasar, wa adalah penunjuk topik, dan ga adalah penunjuk subyek. Topik sering sama dengan subyek, tapi hal itu tidaklah penting. Topik bisa tentang apa saja yang diinginkan si pembicara [ini bisa saja tentang obyek, lokasi atau unsur tata bahasa lainnya]. Dalam Bahasa Inggris, hal ini artinya sama dengan "As for ~" atau "Speaking of ~."
Attau dalam Bahasa Indonesia, mungkin artinya seperti “Bagi ~” atau “Berbicara tentang~” bigsmile
Misal:

Watashi wa gakusei desu.
Saya adalah seorang pelajar. [Bagi saya, saya seorang pelajar.]
Nihongo wa omoshiroi desu.
Bahasa Jepang menarik. Berbicara tentang Bahasa Jepang, Bahasa Jepang menarik.


Perbedaan Mendasar antara Ga dan Wa

Wa dipakai untuk menandakan bahwa sesuatu sudah diperkenalkan pada percakapan, atau sudah dikenal baik oleh si pembicara maupun si pendengar [kata benda atau nama seseorang]. Ga dipakai pada keadaan atau kejadian baru saja diberitahukan atau baru diperkenalkan. Misal:

Mukashi, mukashi, ojii-san ga sunde imashita. Ojii-san wa totemo shinsetsu deshita
Suatu hari, tinggalah seorang kakek-kakek. Sang Kakek adalah orang yang sangat ramah.

Pada kalimat pertama, kata ojii-san diperkenalkan pada pertama kali pembahasan. Pada kalimat kedua, menggambarkan tentang bagaimana sosok ojii-san yang disebutkan pada awal kalimat. Ojii-san di sini sekarang adalah topik dan ditandai dengan wa sebagai pengganti ga.


Wa yang Menunjukkan Bentuk Perlawanan/Pertentangan

Selain sebagai penunjuk topik, wa dipakai untuk menunjukkan pertentangan atau memberi penekanan pada subyek. Misal:

Biiru wa nomimasu ga, wain wa nomimasen.
Saya minum bir tapi tidak minum anggur.


Suatu kalimat bisa mengandung unsur perlawanan baik yang disebutkan atau tidak disebutkan, tapi dengan pemakaian yang seperti ini, tersirat bentuk pertentangan. Misal:

Ano hon wa yomimasen deshita.
Saya tidak membaca buku itu [walaupun saya membaca buku yang satunya lagi].


Partikel seperti ni, de, kara dan made dapat digabungkan dengan wa [dua partikel] untuk menunjukkan pertentangan. Misal:

Osaka ni wa ikimashita ga, Kyoto ni wa ikimasendeshita.
Saya telah pergi ke Osaka tapi tidak pergi ke Kyoto.
Koko de wa tabako o suwanai de kudasai.
Mohon tidak merokok di sini.

Apakah wa menyatakan topik atau bentuk pertentangan, hal itu tergantung pada konteks atau intonasi kalimat.


Ga Dipakai pada Kalimat Pertanyaan

Ketika sebuah kata tanya "siapa" dan "apa" adalah subyek dalam sebuah kalimat, maka akan selalu diikuti dengan ga, dan bukan dengan wa. Ketika menjawab pertanyaan pun, juga harus diikuti dengan ga. Misal:

Dare ga kimasu ka?
Siapa yang datang?
Yoko ga kimasu.
Yoko yang datang.

Ga sebagai Penegas

Ga dipakai untuk menegaskan atau membedakan dengan jelas pada seseorang atau sesuatu dari lain hal yang bersifat umum. Kalau sebuah topik ditunjukkan dengan wa, penafsiran adalah bagian yang terpenting pada kalimat. Di sisi lain, kalau subyek ditandakan dengan ga, maka subyeklah yang menjadi bagian penting dari kalimat. Misal:

Taro wa gakkou ni ikimashita.
Taro sudah berangkat ke sekolah.
Taro ga gakkou ni ikimashita.
Tarolah yang [sudah] berangkat ke sekolah./Yang [sudah] berangkat sekolah adalah Taro.


Ga yang Dipakai dalam Keadaan Khusus
Obyek dalam sebuah kalimat biasanya ditandai atau diikuti dengan partikel o, tapi pada beberapa kata kerja dan kata sifat [yang menyatakan perasaan suka/tidak suka, keinginan, kemampuan, kebutuhan, perasaan takut, iri dan lain-lain] memakai ga dipakai sebagai pengganti o. Misal:

Kuruma ga hoshii desu.
Saya ingin sebuah mobil.
Nihongo ga wakarimasu.
Saya mengerti Bahasa Jepang.


Ga pada Anak Kalimat Kedua [*subordinate bisa diartikan sebagai 'anak kalimat kedua' kan yah bigsmile]

Subyek pada anak kalimat kedua, biasanya memakai ga untuk menunjukkan bahwa subyek pada anak kalimat pertama dan anak kalimat kedua berbeda.
Watashi wa Mika ga kekkon shita koto o shiranakatta.
Saya tidak tahu kalau Mika sudah menikah.

Nah.. Sekarang mari kita ambil kesimpulan dari cara pemakaian dua partikel tersebut..

Wa
>> Sebagai penunjuk topik
>> Sebagai bentuk perlawanan/pertentangan

Ga
>> Sebagai penunjuk subyek
>> Dipakai pada saat membuat kalimat pertanyaan [dan pada saat menjawab pertanyaan tersebut, hendaknya memakai partikel ini juga]
>> Untuk menunjukkan penegasan
>> Sebagai pengganti partikel o
>> Dipakai pada untuk menghubungkan dua anak kalimat yang berbeda dalam satu kalimat.

Humm.. Humm.. Humm.. Kira-kira masih ribet tidak ya..? bigsmile

*Penggunaan ~to omou

Ketika mengekspresikan pemikiran, perasaan, pendapat dan perkiraan, ~to omou [saya kira]sering digunakan.
Partikel to mengindikasikan bahwa kalimat yang bersangkutan atau kata-kata merupakan semacam quote.

Sejak ~to omou selalu mengarah pada pemikiran seseorang, watashi wa biasanya diabaikan.

Ashita ame ga furu to omoimasu.
Saya kira besok akan turun hujan.

Kono kurum aw takai to omou.
Saya kira mobil ini harganya mahal.

Kare wa Furansu-jin da to omou.
Saya kira dia orang Perancis.

Kono kangae o dou omoimasu ka?
Bagaimana menurutmu anda tentang ide ini?

Totemo ii to omoimasu.
Saya kira ini sangat bagus.

………….

Oyogi ni ikou to omou.
Saya kira saya akan pergi berenang.

Ryokou nit suite kakou to omou.
Saya kira saya akan menuli menulis tentang perjalanan saya.

Untuk menunjukkan pemikiran atau pendapat, maka pada saat mengucapkan, bentuknya menjadi ~to omotte iru [saya kira saya akan~] sering digunakan ketimbang ~to omou.

Haha ni denwa o shiyou to omotte imasu.
Saya pikir, saya akan menelpon Ibu.

Rainen nihon ni ikou to omotte imasu.
Saya bermaksud pergi ke Jepang tahun depan.

Atarashii kuruma o kaitai to omotte imasu.
Saya kira saya ingin membeli sebuah mobil baru.

Kalau subyeknya adalah orang ketiga, ~to omotte iru digunakan secara khusus.
Kare wa kono shiai ni kateru to omotte iru.
Dia kira dia akan memenangkan pertandingan ini.

Mungkin untuk menyatakan bentuk negatif suatu kalimat yang menggunakan to omou bisa menggunakan to omowanai yang berarti [saya tidak berpikir bahwa~]. Tetapi walau bagaimanapun, hal ini akan lebih menunjukkan keraguan seperti “saya ragu bahwa~”

Maki wa ashita konai to omoimasu.
Saya kira Maki tak akan datang besok.

Nihongo wa muzukashikunai to omou.
Saya kira bahasa Jepang tidaklah sulit.


__
Sumber: Namiko Abe

Kata Ganti dalam Bahasa Jepang

Kata ganti orang adalah sebuah kata yang mengambil alih kata benda.
Dalam Bahasa Jepang ada banyak variasi kata ganti tergantung dari jenis kelamin atau gaya berbicara seseorang.

Kalau konteksnya jelas, orang Jepang memilih untuk tidak menggunakan kata ganti orang. Adalah hal yang penting untuk mempelajari cara menggunakannya, tapi juga penting untuk memahami bagaimana cara untuk tidak menggunakannya.

Berikut adalah kata ganti orang dalam Bahasa Jepang.

-
Berhubung saya masih belum tahu cara menampilkan tabel di sini, maka saya cuma akan menuliskannya sebisa saya saja ya =D
-

Saya
Watakushi - sangat formal
Watashi - formal
Boku [gaya bicara laki-laki]
Atashi [gaya bicara perempuan] - tidak formal
Ore [gaya bicara laki-laki] - sangat tidak formal

Anda
Otaku - sangat formal
Anata - formal
Kimi - tidak formal
Omae [laki-laki] sangat tidak formal
Anta


Di antara sekian kata ganti, watashi dan anata yang sering digunakan.
Walau bagaimanapun, hal semacam itu sering diabaikan. Ketika ditujukan pada atasan anda, penggunaan anata tidaklah sesuai dan mesti dihindari. Sebagai pengganti gunakanlah nama seseorang.

Anata juga digunakan oleh para istri untuk memanggil suami mereka. Omae sering digunakan oleh para suami untuk memanggil istri mereka, walaupun hal ini terdengar sedikit kuno.

Kata ganti untuk orang ketiga adalah kare [dia-lelaki] atau kanojo [dia-perempuan]. Dibanding menggunakan kata-kata tersebut, lebih dipilih menggunakan nama seseorang atau menggambarkan mereka sebagai ano hito [orang itu]. Dalam hal ini tidaklah penting untuk menyertakan jenis kelamin.

Kyou Jon ni aimashita.
Saya melihat Jhon hari ini.

Ano hito o shitte imasu ka?
Apakah anda mengenal orang itu?

Kare atau kanojo sering diartikan sebagai "kekasih”.

Kare ga imasu ka?
Apakah anda memiliki kekasih?

Watashi no kanojo wa kangofu desu.
Kekasih saya adalah seorang perawat.

Untuk menyatakan jamak, akhiran ~tachi ditambahkan misalnya pada watashi-tachi [kami] atau anata-tachi [kalian]. Akhiran ~tachi dapat ditambahkan bukan hanya pada kata ganti tapi juga beberapa kata benda yang berhubungan dengan orang. Sebagai contoh, kodomo-tachi yang berarti “anak-anak”.

Untuk kata anata, akhiran ~gata kadang digunakan sebagai pengganti ~tachi. Anata-gata lebih formal dibanding anata-tachi. Akhiran ~ra juga digunakan untuk kare seperti karera [mereka].

--
Sumber: Namiko Abe

*Meminta Maaf dalam Budaya Jepang

Secara umum, mengenai kata maaf, entah kenapa saya pribadi sering [sekali] mengucapkannya.

~~~~
Secara khas, orang-orang Jepang menyatakan permintaan maaf lebih sering dibanding orang Barat. Mungkin hal ini disebabkan adanya perbedaan kebudayaan di antara keduanya. Orang Barat tampak enggan untuk mengakui kegagalan mereka. Sejak meminta maaf berarti mengakui kegagalan atau kesalahan seseorang, maka hal itu dianggap bukan yang terbaik dilakukan bila masalah tersebut dapat diselesaikan melalui meja pengadilan.

Meminta maaf dianggap sebagai suatu kebajikan di Jepang. Meminta maaf menunjukkan bahwa seseorang bertanggung jawab [pada sesuatu hal] dan menghindari situasi saling menyalahkan satu sama lain. Ketika seseorang meminta maaf dan menunjukkan penyesalannya, maka orang Jepang bersedia memaafkan. Bila dibandingkan dengan negara Barat, maka di Jepang jarang ditemukan kasus pengadilan.
Ketika meminta maaf, orang Jepang sering menundukkan badan. Semakin anda merasa bersalah, semakin dalamlah anda menundukkan badan.

Di bawah ini merupakan beberapa pernyataan untuk meminta maaf.

Sumimasen
Mungkin ini adalah ungkapan yang paling umum untuk menyatakan permintaan maaf. Beberapa orang Jepang mengucapkannya sebagai “Suimasen”. Sejak “Sumimasen” dapat digunakan dalam beberapa situasi yang berbeda [ketika meminta sesuatu, berterima kasih pada seseorang dan lain-lain], dengarkan baik-baik pada kalimat yang diucapkan. Kalau anda meminta maaf pada sesuatu yang telah anda lakukan, “Sumimasen deshita” dapat digunakan.

Moushiwake arimasen
Ungkapan ini bersifat sangat formal. Biasanya diucapkan pada orang yang kedudukannya lebih tinggi dibanding kita. Ungkapan ini menunjukkan perasaan yang lebih kuat dibanding “Sumimasen”. Ketika anda meminta maaf pada sesuatu yang telah anda lakukan, “Moushiwake arimasen deshita” dapat digunakan. Sama seperti “Sumimasen”, “Moushiwake arimasen” dapat digunakan pula untuk mengungkapkan terima kasih.

Shitsurei shimashita
Ungkapan ini formal, tapi kesannya tidak sekuat seperti “Moushiwake arimasen”.

Gomen nasai
Ungkapan ini bersifat umum. Tidak seperti “Sumimasen”, penggunaannya terbatas untuk meminta maaf saja. Sejak kesan yang dimiliki kurang formal dan terkesan seperti kekanak-kanakan jadi tidak cocok bila digunakan pada orang yang lebih tinggi kedudukannya.

Shitsurei
Memiliki tingkatan yang biasa. Ungkapan ini biasanya digunakan dalam bahasa laki-laki. “Shitsurei” juga dapat berarti “Permisi”.

Doumo
Bersifat umum. Ungkapan ini juga dapat digunakan untuk menyatakan “Terima kasih”.

Gomen
Tingkatannya sangat biasa. Penambahan dengan partikel akhiran “Gomen ne” atau “Gomen na” [bahasa laki-laki] juga digunakan. Ungkapan ini hanya dapat digunakan kepada teman dekat atau anggota keluarga.

__
Sumber: Artikel Namiko Abe

"I love You" dalam Bahasa Jepang

Tulisan ini saya ambil dari Japanese.about.com oleh Namiko Abe
Jika ada kekeliruan/kekurangan dalam penerjemahan, mohon maklum.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Salah satu frase yang terkenal mungkin adalah ‘Aku mencintaimu’.
Dalam Bahasa Jepang, ‘cinta’ berarti 'ai', dan bentuk kata kerja ‘mencintai’ adalah 'ai suru'. “Saya mencintaimu dapat pula diterjemahkan sebagai ”aishite imasu”. “Aishiteru”, “aishiteru yo” atau “aishiteru wa” [gaya bicara perempuan] biasanya dipakai dalam percakapan. Walau bagaimanapun, orang Jepang tidak berbicara “saya mencintaimu” sesering yang dilakukan orang Barat dikarenakan adanya perbedaan kebudayaan. Saya tak akan terkejut bila sekalangan orang Jepang mengatakan bahwa mereka tak pernah menggunakan ekspresi semacam ini dalam hidup mereka.

Orang Jepang umumnya tidak mengekspresikan perasaan cinta mereka secara terbuka. Mereka percaya bahwa cinta dapat diekspresikan melalui tingkah laku. Ketika mereka menuangkan perasaan mereka melalui kata-kata, biasanya dipilih frase “suki desu”. Ini dapat berarti, “menyukai”. “Suki da”, “suki dayo” [gaya bicara lelaki] atau “suki yo” [cara bicara perempuan] adalah ungkapan dalam pergaulan sehari-hari. Sebenarnya banyak variasi pada frase yang satu ini termasuk dialek dari suatu daerah [hogen]. ‘Suki yanen’ adalah salah satu versi dari dialek Kansai. Sejak frase ini dapat juga berarti ‘saya menyukainya’ [nya  merujuk pada suatu benda], dank arena kepopuleran dialek Kansai, frase ini dipergunakan sebagai nama produk mi sup instant [lihat gambar di bawah].
Contoh produk mi sup instan

Kalau anda sangat menyukai seseorang atau sesuatu, ‘dai [yang berarti, besar]’ bisa ditambahkan sebagai prefiks yang kemudian diucapkan ‘daisuki desu.’

Ada kata lain untuk menggambarkan “cinta” yaitu “koi”. Karakter kanji [hati] termasuk bagian dari dua kanji. Bandingkan beberapa karakter kanji di bawah ini [dari kiri “kokoro”, “ai” dan kanji “koi”].

Kanji "kokoro", "ai" dan "koi"

Kasarnya, dalam Bahasa Inggris, baik ‘ai’ dan ‘koi’ dapat diterjemahkan menjadi ‘cinta’. Walau bagaimana pun, keduanya memiliki sedikit perbedaan nuansa.

“Koi” adalah perasaan cinta yang berlawanan dengan nafsu seks, atau suatu suatu kerinduan untuk orang tertentu. Ini dapat digambarkan sebagai “asmara” atau “cinta yang menggelora”. Ketika ‘ai’ memiliki persamaan makna dengan “koi”, Hal ini juga memiliki pengertian umum tentang perasaan cinta. “Koi” dapat egois, tapi “ai” adalah cinta yang sesungguhnya. Di bawah ini adalah perbedaan yang dapat menjelaskan keduanya dengan baik.

Koi selalu mengharap. Ai selalu memberi.

“Rennai” ditulis dengan dua kanji “ai” dan “koi”. Kata ini mengandung makna “asmara”. “Rennai kekkon” adalah “pernikahan yang didasarkan oleh cinta”, yang berseberangan dengan “miai-kekkon” [pernikahan karena dijodohkan]. “Rennai-shousetsu” adalah “sebuah kisah asmara” atau “sebuah novel percintaan”. Judul film , “As Good as it Gets” diterjemahkan menjadi “Renai-shousetsuka” [sebuah novel yang menceritakan tentang kisah asmara seorang penulis].

Di bawah ini ada beberapa peribahasa yang juga menggunakan ‘koi’

>> Koi ni shishou nashi. //Love needs no teaching.//Cinta ngga perlu dipelajari.
>> Koi ni jouge no hedate nashi.//Love makes all men equal.//Cinta membuat para pria menjadi jahat.
>> Koi wa shian no hoka.//Love is without reason.//Cinta ngga perlu alasan.
>> Koi wa moumoku.//Love is blind.//Cinta itu buta.
>> Koi wa nesshi yasuku same yasui.//Love becomes deep easily, but cools down soon.// Maapp, saya terbentur menerjemahkan yang satu ini.bigsmile


"Soushi-souai" adalah salah satu dari yoji-jukugo. Yang berarti, "saling mencintai satu sama lain."

Kadang-kadang orang Jepang menggunakan bahasa Inggris ‘love’ dengan baik, walaupun dalam pengucapannya menjadi "rabu" [sejak tak dikenalnya huruf ‘L’ atau ‘V’ dalam Bahasa Jepang.

“A love letter [surat cinta]” biaanya disebut “rabu retaa”. “Koibumi” terdenat sedikit kaku dan lebih mengacu pada kata sastra dibanding ke arah kata percakapan. “Rabu shiin” adalah “suasana cinta” [kalau saya tak salah mengartikan =D]. Orang-orang muda mengatakan “rabu rabu” ketika mereka sedang merasa benar-benar jatuh cinta.

“Ai” bisa dipakai untuk nama perempuan. Seorang anak bayi kerajaan dinamakan “Aiko”, yang ditulis dengan huruf kanji “cinta” dan “anak”. Namun demikian, “koi” jarang dipakai untuk nama.

Ada pengucapan yang sama dengan “ai” dan “koi”. Sejak keduanya memiliki makna yang berbeda, saya kira tak akan ada kekeliruan bila dipakai pada kalimat yang tepat. Dengan huruf kanji yang berbeda, “ai” berarti “indigo [nila] biru”, dan “koi” berarti “sejenis ikan tawar”. Hiasan kertas ikan tawar yang dipajang pada saat Hari Anak [5 Mei] disebut koi-nobori.




~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sebenarnya tulisan ini masih belum selesai..
Namun demikian, semoga ngga terlalu 'kurang' untuk dibaca ^_^v

*Kalauandaberminatmembacanyasayaakansenangsekali..*

Delete this element to display blogger navbar