Kamis, 19 November 2009

8 Alasan SBY Kecewa Dengan Tim 8


Harusnya, Senin (16/11) Tim 8 sudah menyerahkan rekomendasi soal kasus Bibit-Chandra ke Presiden SBY. Yang terjadi, Presiden bukan menemui Tim 8, tapi bertemu dengan pejabat-pejabat yang masuk dalam rekomendasi Tim 8.

Pertemuan berlangsung empat jam di kediaman pribadi Presiden SBY, di Cikeas, Bogor. Senin (16/11) mulai pukul 15.00 sampai pukul 19.00.

Ada empat petinggi negara yang dipanggil Presiden, yang baru beberapa saat sampai ke Indonesia, setelah mengikuti pertemuan APEC di Singapura.

Mereka adalah (sesuai urutan kedatangan) Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kepala BIN Jenderal (Pur) Sutanto dan Wakil Presiden Boediono.

Apa yang dibicarakan, belum disampaikan ke publik. Karena, pertemuan ini memang di luar agenda resmi Kepresidenan dan pertemuan ini terkesan mendadak.

Salah satu materi yang dibahas adalah tentang rekomendasi Tim 8, yang dibentuk Presiden SBY dan direncanakan bekerja selama 14 hari. Yaitu, dari mulai dibentuk tanggal 2 November 2009 dan harusnya berakhir Senin, 16 November 2009.

Inilah yang kemudian membenarkan informasi tentang sikap Presiden SBY yang kecewa terkait mandat yang diberikan.

Informasi ini diperkuat oleh rekomendasi Tim 8, yang seharusnya diserahkan Senin (16/11), tapi tidak jadi diserahkan karena Tim 8 ”kesulitan” untuk menemui Presiden SBY.

Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, ada delapan alasan yang membuat Presiden SBY (layak) kecewa dan tidak langsung menemui Tim 8. Yaitu:

1. Presiden tidak nyaman karena kuatnya opini KPK dan Polri memang berseteru. Padahal, Tim 8 dibentuk dengan tugas utama memilah dan mendudukkan secara proporsional kasus yang melibatkan Bibit-Chandra, dengan keberadaan KPK dan Polri sebagai institusi penegakkan hukum.

2. Tim 8 mengambil peran strategis dalam kasus Bibit-Chandra. Yaitu, sebagai institusi independen yang diharapkan bisa mendorong kasus ini menjadi proporsional. Yang terjadi, Tim 8 malah jadi amunisi bagi beberapa pihak untuk membangun Trial by Opinion atau Pengadilan Opini terhadap kasus Bibit-Chandra.

3. Presiden telah menekankan bahwa dirinya seorang konstitusionalis. Artinya, Presiden SBY sedang membangun agenda penting bagi republik ini. Yaitu memulihkan kepercayaan rakyat pada lembaga peradilan. Dan ini tidak didukung oleh statemen-statemen beberapa individu di Tim 8.

4. Rekomendasi Tim 8 untuk melakukan SP3 sudah masuk kewenangan institusi penegakkan hukum. Ini bisa dipersepsi bahwa Tim 8 tidak mendorong proses hukum yang transparan karena masalah SP3, masih menjadi perdebatan publik. Harusnya, Tim 8 mendorong adanya gelar perkara yang transparan, sehingga diketahui duduk persoalan yang sebenarnya, seperti yang menjadi tujuan utama pembentukan Tim 8.

5. Diperdengarkannya rekaman di Mahkamah Konstitusi, telah menjadi preseden negatif bagi penegakan hukum di Indonesia. Sebab, rekaman itu adalah rekaman milik KPK yang belum divalidasi oleh lembaga independen. Ini yang kemudian menjadi ”pintu masuk” Tim 8 untuk melakukan klarifikasi pada kasus Bibit-Chandra.

6. Secara simultan, Tim 8 menjadikan rekaman di MK sebagai tema penting klarifikasi, hingga berkembang justifikasi opini terhadap kasus Bibit-Chandra oleh pihak-pihak lain. Ini yang kemudian menimbulkan reaksi dari kepolisian untuk kemudian mengeluarkan video rekaman Antasari, yang seharusnya dibuka di pengadilan. Sehingga, terjadilah saling balas fakta hukum antara Polisi dan publik.

7. Kewenangan Tim 8 untuk memanggil siapa saja yang diduga terkait dengan masalah Bibit-Chandra, malah menjadi bumerang bagi proses hukum. Ini menjadi ajang klarifikasi atau memunculkan isu-isu baru, yang kemudian ditafsirkan sebagai fakta hukum tanpa proses klarifikasi. Apalagi investigasi. Efeknya, proses hukum yang berlangsung jadi bias.

8. Tugas utama dari Tim 8 adalah untuk mengurai dan menjelaskan pada publik, mana proses hukum dan mana konspirasi.

Karena itulah mereka yang dipilih oleh Presiden untuk duduk di Tim 8, adalah orang-orang yang dianggap kapabel dan punya dedikasi pada proses penegakkan hukum di Indonesia. Yang terjadi, Tim 8 malah mendorong Presiden SBY melalui opini untuk terlibat dalam konflik KPK-Polri. Padahal, Presiden membentuk Tim 8 untuk memisahkan antara kepentingan prosedur hukum, dan pemulihan kepercayaan publik pada institusi hukum.

0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar