Sabtu, 31 Juli 2010

Iman itu Cinta & Benci

Imam Muhammad al-Baqir as berkata, “Iman itu adalah cinta dan benci” ~ Bihar al-Anwar 78 : 175

STUDI yang menyeluruh terhadap al-Qur’an dan Hadits akan memperlihatkan suatu pandangan Islam tentang cinta yang bersifat Ilahiyyah maupun yang bersifat humanis, yang memiliki kemuliaan dan nilai-nilai yang tinggi.

Di dalam Tafsir Nur al-Tsaqalain diriwayatkan bahwa Imam Muhammad al-Baqir as telah berkata, “…agama itu adalah cinta dan sebaliknya cinta itu adalah agama” [38]

Cinta memiliki tingkatan-tingkatan yang bergantung pada kelayakkan atau kesiapan seseorang untuk menerimanya. Dengan kata lain tingkatan ruhani seseorang bergantung dari kesiapan atau kelayakkannya untuk memperoleh cinta. Hal ini bisa dicontohkan, jika sebuah keadilan layak untuk dicintai maka ketidakadilan menjadi tidak layak untuk dicintai. Atau contoh lainnya, jika seorang jujur layak untuk dicintai, maka seorang pendusta tentu saja tidak pantas untuk dicintai atau bahkan kita pantas membencinya!. Seseorang bisa saja berdo’a untuk suatu yang bermanfaat bagi orang yang dicintainya.

Diriwayatkan Imam al-Shadiq as pernah berkata, “Merupakan tabiat hati (manusia) mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan membenci orang yang berbuat buruk kepadanya” [39]

Suatu waktu ditanyakan kepada Aba Abdillah (al-Shadiq) as tentang cinta dan benci, apakah ia merupakan bagian dari iman. Imam as menjawab,”Bukankah iman itu tidak lain adalah cinta dan benci?” Lalu Imam as membacakan ayat (QS 49 : 7) :

“…tetapi Allah menjadikan kami cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada keingkaran dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus!” [40]

Kita akan semakin memahami konsep ini lebih jauh jika kita mencoba untuk menyimak perkataan Amirul Mu’minin, Ali bin Abi Thalib as, “Teman-temanmu ada tiga dan musuh-musuhmu juga ada tiga. Adapun teman-temanmu ialah temanmu sendiri, teman dari temanmu dan musuh dari musuhmu. Sedangkan musuh-musuhmu ialah musuhmu sendiri, musuh temanmu dan teman musuhmu” [41]

MUNGKINKAH KITA BISA MENCINTAI SAHABAT KITA, DAN PADA SAAT YANG SAMA MENCINTAI MUSUH SAHABAT KITA?

Kita menyadari bahwa adalah tidak mungkin kita bersahabat dengan musuh dari sahabat kita. Perbuatan kita seperti itu bisa menggelincirkan kita ke bentuk pengkhianatan. Dan contoh yang nyata adalah apa yang telah dilakukan pemerintahan Mesir, Saudi Arabia dan Yordania. Mereka mengaku prihatin terhadap bangsa Palestina di Gaza tetapi di sisi lain mereka mematuhi semua yang diinginkan musuh Islam, yaitu Zionis Israel. Bukankah sikap seperti ini bukti kemunafikan yang sangat terang benderang?.

Cobalah Anda meneropong ke lubuk hati Anda yang terdalam, apakah hati Anda tidak merasakan kegelisahan, ketika Anda berteman dengan teman Anda dan pada saat yang bersamaan Anda pun berteman dengan musuh teman Anda? Jika hati Anda tidak merasakan kegelisahan maka bisa jadi Anda adalah seorang hipokrit alias munafik.

Di dalam perbandingan dengan keyakinan-keyakinan agama lain, ada satu aspek cinta di dalam Islam yang senantiasa mempertimbangkan bentuk kebencian yang merupakan bagian dari cinta itu sendiri. Islam bahkan mengajarkan kepada kaum Muslim untuk mencintai manusia dan menyayangi mereka dan menjalin hubungan dengan mereka walau pun mereka tidak percaya kepada Islam atau bahkan kepada Tuhan sekali pun.

Seseorang bisa saja memiliki banyak teman yang mencintainya, dan pada saat yang sama ada orang yang membencinya; apakah ia mengingini atau tidak. Kita tahu bahwa banyak orang-orang baik di dalam masyarakat kita, tetapi tidak dapat pula dipungkiri bahwa tidak sedikit orang-orang yang berkarakter buruk ada di sana. Ada dua kutub yang saling menarik dan saling menolak. Orang-orang baik menarik orang-orang yang sejenisnya, dan menolak orang yang berkarakter buruk dan begitu pun sebaliknya.

Alasan kemiripan dan keserupaan inilah yang menjadi landasan cinta dan kasih sayang antar manusia. [43]

Bagaimana pun, tidaklah mungkin bagi seseorang yang memiliki prinsip di dalam hidupnya dan mengabdikan hidupnya untuk menyadari nilai-nilai suci untuk acuh tidak acuh terhadap orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan amoral, atau melakukan kejahatan di tengah-tengah masyarakat.

Fudlail bin Yasar bertanya kepada Abu ‘Abdillah (Imam Ja’far) as, tentang cinta dan benci, dari bagian iman yang manakah keduanya itu? Imam as menjawab, “Bukankah iman itu tidak lain cinta dan benci?!” [44]

Ada suatu kecenderungan pada sebagian orang yang berpandangan dan bersikap tanpa kebencian sedikit pun. Orang-orang ini menganggap pemikiran dan pola pandang seperti ini adalah benar dan mulia, sehingga mereka menganggap semua orang adalah sahabat dan teman-teman mereka, tak terkecuali penjahat masyarakat sekali pun.

Sebaliknya Islam mengajarkan kepada manusia untuk mencintai dan menyayangi manusia seluruhnya secara umum, namun dalam saat yang sama tidak mentolerir orang-orang yang melakukan tindakan-indakan amoral atau bahkan kejahatan sosial, seperti yang dilakukan oleh para koruptor, manipulator, bahkan para penindas.

Kita tidak bisa mentolerir apa yang telah dilakukan oleh Hitler dengan Nazinya dan pada saat yang sama kita acuh tak acuh terhadap apa yang dilakukan oleh presiden Amerika Serikat, Barack Obama yang dengan tentara sekutunya meluluh-lantakkan negara orang lain, Afghanistan maupun Irak. Sikap macam apa yang seperti ini?

Karena itu pula saya merasa ada keganjilan atas sikap orang2 Islam formalis yang berpawai/berdemo keliling kota meneriakkan anti-Zionis Israel tapi pada saat yang sama menerima kebengisan Obama. Sikap macam apa ini?

Apakah fitrah dan hati nurani kita bisa mencintai tentara-tentara Zionis Israel yang membantai orang-orang Palestina dan pada waktu yang sama pula kita menyayangi orang-orang Palestina yang tertindas itu? Tentu saja tidak!

Oleh karena itu Islam bukan hanya agama cinta, tetapi pada saat yang sama adalah agama benci!

Rasulullah saww bersabda kepada para sahabatnya, “Tiang iman yang mana yang paling kokoh?” Mereka para sahabat menjawab,“Allah dan Rasul-Nya yang paling tahu” Sebagian dari mereka berkata,”Shalat!”
Sebagian lain menjawab,“Puasa!”
Sebagian lainnya menjawab,“Haji dan Umrah!”
Dan sebagian lainnya menjawab,“Jihad!”

Namun Rasul saww menjawab, “Seluruh jawaban yang kamu sebutkan memiliki keistimewaan. Namun jawaban yang tepat bukanlah itu. Karena tiang iman yang paling kokoh adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah, berwali kepada para wali Allah (tawalla) dan berlepas diri dari para musuh Allah (tabarra’)” 45]

Oleh karena itu pula Islam memerintahkan juga kepada kita untuk menjauhi orang-orang alim yang menjual murah ayat-ayat suci, mereka yang telah dibeli oleh dajjal-dajjal dan merelakan dirinya menjadi pesan sponsor para penindas dan kaum mustakbarin. Tentu saja Anda yang berhati bersih tidak bisa bersimpati dan mencintai orang-orang seperti ini.

Rasulullah saww telah bersabda,”Wahai hamba Allah! Cintailah (seseorang) karena Allah, dan bencilah karena-Nya. Tolonglah (seseorang) karena Allah dan perangilah karena-Nya. Sesungguhnya seseorang tidak bakal mendapatkan pertolongan Allah kecuali dengan melakukannya. Dan seseorang tidak akan mengenyam rasa keimanan kendati shalat dan puasanya bertumpuk hingga ia berbuat demikian…” [46]

Laa hawla wa laa quwwata illa billah…tiada daya & kekuatan kecuali hanya karena pertolongan Allah jua…

0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar